Jumat, 03 Agustus 2012

FILSAFAT ILMU


PENGANTAR FILSAFAT

A. Pengertian Filsafat

Kata filsafat berasal dari kata Yunani filosofia, yang berasal dari kata kerja filosofein yang berarti mencintai kebijaksanaan. Kata tersebut juga berasal dari kata Yunani philosophis yang berasal dari kata kerja philein yang berarti mencintai, atau philia yang berarti cinta, dan sophia yang berarti kearifan. Dari kata tersebut lahirlah kata Inggris philosophy yang biasanya diterjemahkan sebagai "cinta kearifan".'
'Pythagoras (572-497 SM) adalah orang pertama yang menggunakan istilah philosophia. Ketika ditanya apakah ia orang yang arif, Phitagoras menyebut dirinya philo­sophos yang berarti pencinta kearifan
Menurut pengertian yang lazim berlaku di Timur (Tiongkok atau di India), seseorang disebut filosof bila dia telah mendapatkan atau telah meraih kebijaksanaan. Sedangkan menurut pengertian yang lazim berlaku di Barat, kata "mencintai" tidak perlu meraih kebijaksanaan, karena itu yang disebut filosof atau "orang bijaksana" mempunyai pengertian yang berbeda dengan pengertian di Timur.

A.    Konsep Plato
Plato' memberikan istilah dengan dialektika yang berarti seni berdiskusi. Dikatakan demikian karena, filsafat harus berlangsung sebagai upaya memberikan kritik terhadap berbagai pendapat yang berlaku. Kearifan atau pengertian intelektual yang diperoleh lewat proses pemeriksaan secara kritis ataupun dengan berdiskusi. Juga diartikan sebagai suatu penyelidikan terhadap sifat dasar yang pengha­bisan dari kenyataan. Karena seorang filosof akan selalu mencari sebab­sebab dan asas-asas yang penghabisan (terakhir) dari benda-benda.



B.    Konsep Cicero
Cicero3 menyebutnya sebagai "ibu dari semua seni" (the mother of all the arts). Juga sebagai arts vitae yaitu filsafat sebagai seni kehidupan.

C.   Konsep al-Farabi
Menurut al-Farabi,4 filsafat adalah ilmu yang menyelidiki hakikat
Seorang filosof Yunani Kuno sesudah Sokrates, sekaligus sebagai muridnya.
Ahli pikir Romawi yang konsep filsafatnya mempengaruhi zaman Renaissance untuk kalangan orang-orang terpelajar.
'Al-Farabi (870-950), nama lengkapnya: Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan. Sebutan "AI-Farabi" diambil dari nama kota di mana ia dilahirkan, yaitu kota Farab. Sejak kecil ia telah menunjukkan kecerdasan yang luar biasa terutama dalam bahasa.
yang sebenarnya dari segala yang ada (al-ilmu bil-maujudat bi ma hiya al-maujudat).

D.   Konsep Rene Descartes
Menurut Rene Descartes,' filsafat merupakan kumpulan segala pengetahuan, di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok pe­nyelidikannya.

E.    Konsep Francis Bacon
Menurut Francis Bacon,' filsafat merupakan induk agung dari ilmu-ilmu, dan filsafat menangani semua pengetahuan sebagai bi­dangnya.

F.    Konsep John Dewey
Sebagai tokoh pragmatisme, John Dewey' berpendapat bahwa filsafat haruslah dipandang sebagai suatu pengungkapan mengenai perjuangan manusia secara terus-menerus dalam upaya melakukan penyesuaian berbagai tradisi yang membentuk budi manusia terhadap kecenderungan-kecenderungan ilmiah dan cita-cita politik yang baru dan yang tidak sejalan dengan wewenang yang diakui. Tegasnya, filsafat.
Rene Descartes (1596-1650), seorang sarjana dan ahli ilmu pasti terkemuka dan sebagai bapak filosof modern. Lahir di La Haye, Prancis Tengah, tanggal 31 Maret 1596. Kabarnya, ia senang berjudi clan selalu bernasib baik karena tebakannya didasarkan pada perhitungan matematik.
'Francis Bacon (1561-1626), anak Nicolas Bacon, menjadi anggota Parlemen umur 23 tahun.
'Ia lahir pada tanggal 20 Oktober 1859 di Burlington, Vermont, Amerika. Awal kariernya sebagai dosen di Universitas Michigan. Pada tahun 1894 ia pindah ke Universi­tas Chicago, sebagai guru besar filsafat. Dalam tulisannya yang terlenal, My Paedagogic Creed (1897), ia mengatakan bahwa pendidikan adalah kehidupan dan bukan persiapan untuk hidup.

a.     Filsafat Sebagai Ilmu
Dikatakan filsafat sebagai ilmu9 karena di dalam pengertian fil­safat mengandung empat pertanyaan ilmiah, yaitu bagaimanakah, mengapakah, ke manakah, dan apakah.
Ø      bagaimana menanyakan sifat-sifat yang dapat ditang­kap atau yang tampak oleh indra. Jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya bersifat deskriptif (penggambaran).
Ø      mengapa menanyakan tentang sebab (asal mula) suatu objek. Jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya bersifat kausalitas (sebab akibat).
Ø      ke mana menanyakan apa yang terjadi di masa lampau, masa sekarang, clan masa yang akan datang. Jawaban yang diperoleh ada tiga jenis pengetahuan
Ø      apakah yang menanyakan tentang hakikat atau inti mutlak dari suatu hal. Hakikat ini sifatnya sangat dalam (radix) dan tidak lagi bersifat empiris sehingga hanya dapat dimengerti oleh akal. Jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya ini kita akan dapat mengetahui hal-hal yang sifatnya sangat umum, universal, abstrak.
b.     Filsafat Sebagai Cara Berpikir
Berpikir secara filsafat dapat diartikan sebagai berpikir yang sangat mendalam sampai hakikat, atau berpikir secara global/menye­luruh, atau berpikir yang dilihat dari berbagai sudut pandang pemi­.
Ha1 ini merupakan bentuk penyimpulan Aristoteles yang dikenal dengan nama silogisme (penyimpulan deduktio. Untuk memperoleh pengetahuan tentang hakikat sesuatu orang harus menghilangkan aksidensinya (hal-hal/sifat-sifat yang melekat secara kebetulan), yaitu: kuantitas, kualitas, relasi, tempat, waktu, keadaan, status, aksi, pasi. Juga, dikenal sebagai 10 kategori Aristoteles.
kiran atau sudut pandang ilmu pengetahuan.?' Berpikir yang demikian ini sebagai upaya untuk dapat berpikir secara tepat clan benar serta dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini harus memenuhi persyaratan sebagai berikut.
v     Harus sistematis
Pemikiran yang sistematis ini dimaksudkan untuk menyusun suatu pola pengetahuan yang rasional.: Sistematis adalah masing-masing unsur saling berkaitan satu dengan yang lain secara teratur dalam suatu keseluruhan. Sistematika pemikiran seorang filosof ba­nyak dipengaruhi oleh keadaan dirinya, lingkungan, zamannya, pendidikan, dan sistem pemikiran yang mempengaruhi.
v      Harus konsepsional
Secara umum istilah konsepsional berkaitan dengan ide (gam­bar) atau gambaran yang melekat pada akal pikiran yang berada dalam intelektual., Gambaran tersebut mempunyai bentuk tang­kapan sesuai dengan riilnya. Sehingga maksud dari 'konsepsional' tersebut sebagai upaya untuk menyusun suatu bagan yang terkonsepsi (jelas). Karena berpikir secara filsafat sebenarnya berpikir tentang hal clan prosesnya.
v     Harus koheren
Koheren atau runtut adalah unsur-unsurnya tidak boleh mengan­dung uraian-uraian yang bertentangan satu sama lain.,Koheren atau runtut di dalamnya memuat suatu kebenaran logis. Sebalik­nya, apabila suatu uraian yang di dalamnya tidak memuat kebe­naran logis, uraian tersebut dikatakan sebagai uraian yang tidak koheren/runtut.
"Misalnya, masalah kenakalan remaja tidak boleh dipandang dengan satu disiplin ilmu saja, tetapi beberapa disiplin ilmu: ilmu agama, ilmu hukum, ilmu antropologi, ilmu genetika dan lain-lainnya.
d. Harus rasional
Maksud rasional adalah unsur-unsurnya berhubungan secara logisr Artinya, pemikiran filsafat harus diuraikan dalam bentuk yang logis, yaitu suatu bentuk kebenaran yang mempunyai kai­dah-kaidah berpikir (logika).
e.     Harus sinoptik
Sinoptik artinya pemikiran filsafat harus melihat hal-hal secara menyeluruh atau dalam kebersamaan secara integral. f.        Harus mengarah kepada pandangan dunia.
Maksudnya adalah pemikiran filsafat sebagai upaya untuk me­mahami semua realitas kehidupan dengan jalan menyusun suatu pandangan (hidup) dunia, termasuk di dalamnya menerangkan tentang dunia dan semua hal yang berada di dalamnya (dunia)./

Filsafat Sebagai Pandangan Hidup
Diartikan sebagai pandangan hidupiz karena filsafat pada haki­katnya bersumber pada hakikat kodrat pribadi manusia (sebagai makhluk individu, makhluk sosial clan makhluk Tuhan) a Hal ini berarti bahwa filsafat mendasarkan pada penjelmaan manusia secara total dan sentral sesuai dengan hakikat manusia sebagai makhluk mono­dualisme (manusia secara kodrat terdiri dari jiwa clan raga). Manusia secara total (menyeluruh) clan sentral di dalamnya memuat sekaligus sebagai sumber penjelmaan bermacam-macam filsafat sebagai berikut.
a. Manusia dengan unsur raganya dapat melahirkan filsafat biologi.
"Theodore Bramelt mengatakan bahwa filsafat sebagai usaha yang kokoh dari orang biasa maupun orang cerdik pandai untuk membuat hidup sedapat mungkin dapat dipahami dan mengandung makna. J.A. Leighton juga mengatakan bahwa filsafat yang lengkap mencakup suatu pandangan (hidup) dunia atau konsepsi yang beralasan mengenai seluruh kosmos, dan suatu pandangan hidup atau ajaran tentang nilai-nilai, makna-makna, dan tujuan-tujuan dari hidup manusia. Lihat The Liang Gie, op. cit., him. 8.
c. Manusia dengan unsur monodualismenya (kesatuan jiwa dan
raganya) dapat melahirkan filsafat antropologi.
d. Manusia dengan kedudukannya sebagai makhluk Tuhan dapat
melahirkan filsafat ketuhanan.
e. Manusia dengan kedudukannya sebagai makhluk sosial dapat melahirkan filsafat sosial.
f.     Manusia sebagai makhluk yang berakal dapat melahirkan filsafat berpikir (logika).
Manusia dengan unsur kehendaknya untuk berbuat baik dan buruk dapat melahirkan filsafat tingkah laku (etika).
h. Manusia dengan unsur jiwanya dapat melahirkan filsafat psikologi.
i.      Manusia dengan segala aspek kehidupannya dapat melahirkan fil­safat nilai (aksiologi).
Manusia dengan dan sebagai warga negara dapat melahirkan fil­safat negara.
k. Manusia dengan unsur kepercayaannya terhadap supernatural
dapat melahirkan filsafat agama.,
Filsafat sebagai pandangan hidup (Weltsanschaung) merupakan suatu pandangan hidup yang dijadikan dasar setiap tindakan dan
tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari, juga dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi dalam hidupnya.
Pandangan hidupnya itu akan tercermin di dalam sikap hidup dan cara hidup. Sikap dan cara hidup tersebut akan muncul apabila manusia
mampu memikirkan dirinya sendiri secara total.
B. Objek Materi dan Objek Forma Filsafat
Semua ilmu pengetahuan pasti mempunyai objek materi dan objek forma.
Yang disebut objek materi adalah hal atau bahan yang diselidiki (hal yang dijadikan sasaran penyelidikan). Sedangkan objek forma adalah sudut pandang (point of view), dari mana hal atau bahan ter­sebut dipandang.
Misalnya, ilmu alam objek formanya perubahan dan bangun benda. Ilmu kimia objek formanya susunan benda.; Ilmu gaya objek formanya kekuatan dan gerak benda. Sehingga ketiga ilmu tersebut di atas mempunyai objek forma yang berbeda, akan tetapi ketiga ilmu tersebut mempunyai objek materi yang sama yaitu benda.
Bagaimana dengan objek materi dan objek formanya filsafat? Objek materi filsafat adalah segala sesuatu yang ada. "Ada" di sini mempunyai tiga pengertian, yaitu ada dalam kenyataan, pikiran,
dan kemungkinan, sedangkan objek forma filsafat adalah menyeluruh secara umum. Menyeluruh di sini berarti bahwa filsafat dalam me­mandangnya dapat mencapai hakikat (mendalam), atau tidak ada satu pun yang berada di luar jangkauan pembahasan filsafat. Umum di sini berarti bahwa dalam hal tertentu, hal tersebut dianggap benar selama tidak merugikan kedudukan filsafat sebagai ilmu.
- Menurut Ir. Poedjawijatna, objek materi filsafat adalah ada dan yang mungkin ada. Objek materi filsafat tersebut sama dengan objek materi dari ilmu seluruhnya. Yang menentukan perbedaan ilmu yang satu dengan yang lainnya adalah objek formanya, sehingga, kalau ilmu membatasi diri dan berhenti pada dan berdasarkan pengalaman, sedangkan filsafat tidak membatasi diri, filsafat hendak mencari keterangan yang sedalam-dalamnya, inilah objek forma filsafat.,/
C. Ciri-ciri Pemikiran Filsafat
Menurut Clarence I. Lewis seorang ahli logika mengatakan bahwa filsafat itu sesungguhnya suatu proses refleksi dari bekerjanya akal.13
Sedangkan sisi yang terkandung dalam proses refleksi adalah berba­gai kegiatan/problema kehidupan manusia. Tidak semua kegiatan atau berbagai problema kehidupan tersebut dikatakan sampai pada derajat pemikiran filsafat, tetapi dalam kegiatan atau problem yang terdapat beberapa ciri yang dapat mencapai derajat pemikiran filsafat adalah sebagai berikut.
1. Sangat umum atau universal
Pemikiran filsafat mempunyai kecenderungan sangat umum, dan tingkat keumumannya sangat tinggi14 (the question tend to be very of general problem of the highest degree of generality). Karena pemikiran filsafat tidak bersangkutan dengan objek-objek khusus, akan tetapi bersangkutan dengan konsep-konsep yang sifatnya umum, misalnya tentang manusia, tentang keadilan, tentang kebebasan, dan lainnya.
2. Tidak faktual
Kata lain tidak faktual adalah spekulatif, yang artinya filsafat membuat dugaan-dugaan yang masuk akal mengenai sesuatu dengan tidak berdasarkan pada bukti., Hal ini sebagai sesuatu hal yang melampaui tapal batas dari fakta-fakta pengetahuan ilmiah. Jawaban yang didapat dari dugaan-dugaan tersebut sifatnya juga spekulatif. Hal ini bukan berarti bahwa pemikiran filsafat tidak ilmiah, akan tetapi pemikiran filsafat tidak termasuk dalam ling­kup kewenangan ilmu khusus.
hal ini telah menjadi metode reflektif, yaitu merumuskan tugas apa yang dari permulaan merupakan kreasi dan milik manusia sendiri. Sifat dasar metode refleksi ialah empiris, analitis, clan juga rasional dalam hal bahwa ia mengakui pengalaman sebagai bahan filsafat. Lihat The Liang Gie, op. cit., hlm. 26-7.
"Herbert Spencer juga mengatakan bahwa filsafat masih tepat untuk dipertahankan sebagai nama bagi pengetahuan mengenai generalitas yang tingkatnya paling tinggi. Ini secara diam-diam dikuatkan oleh tercakupnyaTuhan, alam, dan manusia dalam lingkupnya. Lihat The Liang Gie, op. cit., hlm. 10.
3. Bersangkutan dengan nilai
C. J. Ducasse mengatakan bahwa filsafat merupakan usaha untuk mencari pengetahuan, berupa fakta-fakta, yang disebut penilaian.
~ Yang dibicarakan dalam penilaian adalah tentang yang baik dan buruk, yang susila dan asusila dan akhirnya filsafat sebagai suatu usaha untuk mempertahankan nilai~ Maka selanjutnya, dibentuk­lah sistem nilai, sehingga lahirlah apa yang disebutnya sebagai nilai sosial, nilai keagamaan, nilai budaya, dan lainnya. Selanjut­nya, Ducasse menyatakan bahwa tugas filsafat dewasa ini mem­berikan patokan-patokan dan membicarakan persoalan-persoalan moral yang disajikan kepada manusia oleh lingkungan sosialnya.'s
4. Berkaitan dengan arti
Di atas telah dikemukakan bahwa nilai selalu dipertahankan dan dicari.' Sesuatu yang bernilai tentu di dalamnya penuh dengan arti. Agar para filosof dalam mengungkapkan ide-idenya sarat dengan arti, para filosof harus dapat menciptakan kalimat-kalimat yang logis dan bahasa yang tepat (ilmiah), semua itu berguna untuk menghindari adanya kesalahan/sesat pikir (fallacy).
5.     Implikatif
Pemikiran filsafat yang baik dan terpilih selalu mengandung implikasi (akibat logis). Dari implikasi tersebut diharapkan akan mampu melahirkan pemikiran baru sehingga akan terjadi proses pemikiran yang dinamis: dari tesis ke anti tesis kemudian sintesis, dan seterusnya ... sehingga tiada habis-habisnya. Pola pemikiran yang implikatif (dialektis) akan dapat menyuburkan intelektual.
''Curt John Ducasse dalam bukunya, Philosophy as a Science (1941), sebagaimana dikutip The Liang Gie, op. cit., hlm. 11 dan 67, menyatakan: Kata "nilai" dalam etika tradisional diartikan sebagai baik dan buruk. Secara luas "nilai" adalah cita-cita dan cita­cita yang mutlak terkenal dalam filsafar: hal yang benar, hal yang baik, hal yang indah.
Penyusunan menurut struktur secara menyeluruh dalam bidang filsafat ini oleh The Liang Gie diharapkan akan membantu dalam rangka menyusun kurikulum dan pengajaran filsafat di pendidikan tinggi di Indonesia, agar dalam studi filsafat para lulusannya memi­liki pengetahuan sesuai dengan perkembangan zaman.
Dalam studi filsafat untuk memahaminya secara baik paling tidak kita harus mempelajari lima bidang pokok, yaitu Metafisika, Epistemologi, Logika, Etika, dan Sejarah Filsafat.
1. Metafisika
Metafisika merupakan cabang filsafat yang memuat suatu bagian dari persoalan filsafat yang:
a. membicarakan tentang prinsip-prinsip yang paling universal; b. membicarakan sesuatu yang bersifat keluarbiasaan (beyond nature);
c. membicarakan karakteristik hal-hal yang sangat mendasar,
yang berada di luar pengalaman manusia (immediate experience); d. berupaya menyajikan suatu pandangan yang komprehensif tentang segala sesuatu;
e. membicarakan persoalan-persoalan seperti: hubungan akal
dengan benda, hakikat perubahan, pengertian tentang ke­
1eLoc. cit.
Bab Satu: Pengantar Filsafat                         15
merdekaan, wujud Tuhan, kehidupan setelah mati dan lainnya.
Metafisika ini suatu cabang filsafat yang paling sulit dipa­hami, terutama bagi pemuda belajar filsafat. Pada umumnya filosof kontemporer yang orientasinya pada pengetahuan ilmiah, terhadap metafisika lebih skeptis.
Epistemologi
Epistemologi lazimnya disebut teori pengetahuan yang secara umum membicarakan mengenai sumber-sumber, karak­teristik, dan kebenaran pengetahuan. Persoalan epistemologi (teori pengetahuan) berkaitan erat dengan persoalan metafisika. Beda­nya, persoalan epistemologi berpusat pada apakah yang ada, yang di dalamnya memuat:
problem asal pengetahuan (origin);
apakah sumber-sumber pengetahuan;
dari mana pengetahuan yang benar, dan bagaimana kita dapat mengetahui;
problem penampilan (appearance);
apakah yang menjadi karakteristik pengetahuan?;
adakah dunia riil di luar akal, apabila ada dapatkah diketahui;
problem mencoba kebenaran (verification); apakah pengetahuan kita itu benar;
bagaimana membedakan antara kebenaran dan kekeliruan; 3. Logika
Logika adalah bidang pengetahuan yang mempelajari segenap asas, aturan, dan tatacara penalaran yang betul (correct rea­soning). Pada mulanya logika sebagai pengetahuan rasional (episteme). Oleh Aristoteles logika disebutnya sebagai analitika, yang kemudian dikembangkan oleh para ahli Abad Tengah yang disebut logika tradisional. Mulai akhir abad ke-19, oleh George Boole logika tradisional dikembangkan menjadi logika modern
sehingga dewasa ini logika telah menjadi bidang pengetahuan yang amat luas yang tidak lagi semata-mata bersifat filsafati, tetapi bercorak teknis dan ilmiah. Logika modern saat ini berkembang menjadi logika perlambang, logika kewajiban, logika ganda-nilai, logika intuisionistik, dan berbagai sistem logika tak baku.'
4. Etika
Etika atau filsafat perilaku sebagai satu cabang filsafat yang membicarakan "tindakan" manusia, dengan penekanan yang baik dan yang buruk. Terdapat dua hal permasalahan, yaitu yang menyangkut "tindakan" dan "baik-buruk". Apabila permasalahan jatuh pada "tindakan" maka etika disebut sebagai filsafat praktis; sedangkan jatuh pada "baik-buruk" maka etika disebut "filsafat normatif."
Dalam pemahaman "etika" sebagai pengetahuan mengenai norma baik-buruk dalam tindakan mempunyai persoalan yang luas. Etika yang demikian ini mempersoalkan tindakan manusia yang dianggap baik yang harus dijalankan, dibedakan dengan tindakan buruk/jahat yang dianggap tidak manusiawi. Sejalan dengan ini, etika berbeda dengan "agama" yang di dalamnya juga memuat dan memberikan norma baik-buruk dalam tindakan manusia. Pasalnya, etika menghandalkan pada rasio semata yang lepas dari sumber wahyu agama yang dijadikan sumber norma Ilahi, dan etika lebih cenderung bersifat analitis daripada praktis. Dengan demikian, etika adalah ilmu yang bekerja secara rasional.
Sementara dari kalangan nonfilsafat, etika sering digunakan sebagai pola bertindak praktis (etika profesi), misalnya bagaimana menjalankan bisnis yang bermoral (dalam etika bisnis)."
5.     Sejarah.filsafat
Sejarah filsafat adalah laporan suatu peristiwa yang ber­kaitan dengan pemikiran filsafat. Biasanya sejarah filsafat ini memuat berbagai pemikiran kefilsafatan (yang beraneka ragam) mulai dari zaman pra Yunani hingga zaman modern. Juga, dengan mengetahui pemikiran filsafat para ahli pikir (filosof) ini akan didapat berbagai ragam pemikiran dari dahulu hingga sekarang. Di dalam sejarah filsafat akan diketahui pemikiran-pemikiran yang genius hingga pemikir tersebut dapat mengubah dunia, yaitu dengan ide-ide/gagasan-gagasannya yang cemerlang.
E. Kedudukan Ilmu, Filsafat, dan Agama
Ilmu, filsafat, dan agama mempunyai hubungan yang terkait dan reflektif dengan manusia. Dikatakan terkait karena ketiganya tidak dapat bergerak dan berkembang apabila tidak ada tiga alat dan tenaga utama yang berada di dalam diri manusia. Tiga alat dan tenaga utama manusia adalah akal pikir, rasa, dan keyakinan, sehingga dengan ketiga hal tersebut manusia dapat mencapai kebahagiaan bagi dirinya.19
Ilmu dan filsafat dapat bergerak dan berkembang berkat akal pikiran manusia. Juga, agama dapat bergerak dan berkembang berkat adanya keyakinan. Akan tetapi, ketiga alat dan tenaga utama tersebut tidak dapat berhubungan dengan ilmu, filsafat, dan agama apabila tidak didorong dan dijalankan oleh kemauan manusia yang merupakan tenaga tersendiri yang terdapat dalam diri manusia.
Ilmu mendasarkan pada akal pikir lewat pengalaman dan indra, dan filsafat mendasarkan pada otoritas akal murni secara bebas dalam penyelidikan terhadap kenyataan dan pengalaman terutama dikaitkan dengan kehidupan manusia. Sedangkan agama mendasar­kan pada otoritas wahyu. Harap dibedakan agama yang berasal dari pertumbuhan dan perkembangan filsafat yang mendasarkan pada konsep-konsep tentang kehidupan dunia, terutama konsep-konsep tentang moral.
Menurut Prof. Nasroen, S.H., mengemukakan bahwa filsafat yang sejati haruslah berdasarkan pada agama. Apabila filsafat tidak berdasarkan pada agama dan filsafat hanya semata-mata berdasarkan atas akal pikir saja,21 filsafat tersebut tidak akan memuat kebenaran objektif karena yang memberikan penerangan dan putusan adalah akal pikiran. Sementara itu, kesanggupan akal pikiran terbatas se­hingga filsafat yang hanya berdasarkan pada akal pikir semata-mata akan tidak sanggup memberi kepuasan bagi manusia, terutama dalam rangka pemahamannya terhadap Yang Gaib.
E Beberapa Kegunaan Mempelajari Filsafat
a. Dengan belajar filsafat diharapkan akan dapat menambah ilmu pengetahuan, karena dengan bertambahnya ilmu pengetahuan akan bertambah pula cakrawala pemikiran, cakrawala pandang
20J. H. Randall, Brand Blanshard, R. A. Abelson, J.E Mora Harold Titus, dan C. H. Kaiser sependapat bahwa seni, ilmu, filsafat, dan agama (keyakinan) merupakan empat unsur eksistensi manusia, sehingga manusia dikatakan mempunyai eksistensi (hidup) apabila keempat hal tersebut berproses dalam budi manusia. Lihat The Liang Gie, op. cit., hlm. 32-46.
21Nasroen, op. cit., hlm. 47.
yang semakin luas. Hal itu dapat membantu penyelesaian ma­salah yang selalu kita hadapi dengan cara yang lebih bijaksana.
b. Dasar semua tindakan adalah ide. Sesungguhnya filsafat di dalam­nya memuat ide-ide yang fundamental. Ide-ide itulah yang akan membawa manusia ke arah suatu kemampuan untuk merentang kesadarannya dalam segala tindakannya, sehingga manusia akan dapat lebih hidup, lebih tanggap (peka) terhadap diri dan ling­kungannya, lebih sadar terhadap hak dan kewajibannya.
c. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kita semakin ditantang dengan memberikan alternatifnya. Di satu sisi kita berhadapan dengan kemajuan teknologi beserta dampak negatifnya, perubahan demikian cepatnya, pergeseran tata nilai, dan akhirnya kita akan semakin jauh dari tata nilai dan moral. Di sisi lainnya, apabila kita tidak berani menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, akhirnya kita akan menjadi manusia "terbelakang". Untuk itu kita berusaha untuk mengejar kemajuan tersebut dengan segala upaya. Dengan se­makin jauhnya kita dengan tata nilai dan moral, akibatnya banyak ilmuwan kehilangan bobot kebijaksanaannya. Dengan demikian, apa yang dihasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi bersamaan itu pula manusia kehilangan pendirian dan dihantui kebingungan dan keraguan (skeptis). Tinggal menunggu malapetaka datang menghancurkan kehidupan manusia.
Mengingat hal-hal tersebut di atas, kita sangat memerlukan suatu ilmu yang sifatnya memberikan pengarahan (ilmu pengarahan) atau sence of direction. Dengan ilmu tersebut, manusia akan dibekali suatu kebijaksanaan yang di dalamnya memuat nilai-nilai kehidupan yang sangat diperlukan oleh umat manusia. Hanya ilmu filsafatlah yang dapat diharapkan mampu memberi manusia suatu integrasi dalam membantu mendekatkan manusia pada nilai-nilai kehidupan untuk mengetahui mana yang pantas kita tolak, mana yang pantas kita setujui, mana yang pantas kita ambil sehingga dapat memberikan makna kehidupan.
Kegunaan filsafat ini sering muncul bagi para pemula belajar filsafat. Masalah tersebut harus dituntaskan. Selagi masalah tersebut masih berada dalam diri seorang yang sedang belajar filsafat, maka orang tersebut akan selalu mendapatkan keraguan terhadap filsafat. Apakah filsafat bermanfaat bagi saya?
Filsafat berguna bagi manusia apabila filsafat tersebut mem­perlihatkan kemajuan yang positif bagi kehidupan manusia.
G. Metode-metode Filsafat
Bagaimana Seorang Filosof Bekerja?
Para ahli pikir (filosofl dalam melaksanakan pekerjaannya tidak berbeda dengan cara bekerjanya sebuah pabrik. Bekerjanya seorang ahli pikir (filoso fl adalah berpikir, yaitu mengadakan kegiatan ke­filsafatan, sedangkan bekerjanya sebuah pabrik menghasilkan proses produksi.
Kegiatan berpikir atau kegiatan kefilsafatan sesungguhnya berupa "perenungan". Perenungan tersebut untuk menyusun suatu bagan yang konsepsional, tidak boleh memuat pernyataan-pernyataan yang sifatnya kontradiktif, hubungan bagian yang satu dengan yang lainnya harus logis, dan harus mampu memberi penjelasan tentang pandangan dunia. Dengan kata lain, kegiatan kefilsafatan berarti bagaimana seorang ahli pikir memulai bekerja - proses bekerjanya - sampai pada suatu kesimpulan. Sebagai perangkat berpikir adalah analisis dan sintesis. Dalam menganalisis dan mensintesis para ahli pikir menggunakan alat pemikiran berupa logika, deduksi, analogi, dan komparasi.
Analisis
Pengertian analisis dalam kegiatan filsafat adalah rincian istilah­istilah atau pernyataan-pernyataan dalam bagian-bagiannya sehingga kita dapat melakukan pemeriksaan atas makna yang terkandung. Sebagai contoh adalah perkataan "nyata" di bawah ini.
- Apakah sebuah meja itu sesuatu yang nyata? - Apakah impian itu sesuatu yang nyata?
Maksud analisis adalah melakukan pemeriksaan secara konsepsional terhadap makna clan istilah yang kita pergunakan dalam pernyataan yang kita buat. Dengan analisis, kita akan memperoleh makna yang baru, dan menguji istilah-istilah dengan berbagai contoh.

Sintesis
Sintesis sebagai upaya mencari kesatuan di dalam keragaman. Maksudnya, mengumpulkan suatu pengetahuan yang dapat diperoleh. Karena dalam menyusun sistem pemikiran seorang ahli pikir (filosof) mendasarkan pikirannya pada sejumlah besar bahan yang dicari. Lebih banyak keterangan yang diperoleh, hasilnya akan lebih baik dan lebih akurat.
Logika adalah ilmu pengetahuan tentang penyimpulan yang lurus serta menguraikan tentang aturan-aturan/cara-cara untuk mencapai kesimpulan dari premis-premis.
(Logika) induksi membicarakan penarikan kesimpulan bukan dari pernyataan yang umum, melainkan dari pernyataan yang khusus. Kesimpulannya bersifat probabilitas berdasarkan atas pernyataan yang telah diajukan.
(Logika) deduksi membicarakan cara untuk mencapai suatu kesimpulan dengan terlebih dahulu mengajukan pernyataan mengenai semua/sejumlah di antara suatu kelompok barang tertentu.
Analogi dan komparasi merupakan upaya untuk mencapai suatu kesimpulan dengan menggantikan dengan apa yang kita coba untuk membuktikannya dengan sesuatu yang serupa dengan hal tersebut. Menyimpulkan kembali apa yang mengawali penalaran kita.
Dalam bidang filsafat terdapat beberapa metode. Metode ber­asal dari kata meta-hodos, artinya menuju, melalui cara, jalan. Metode sering diartikan sebagai jalan berpikir dalam bidang keilmuan. Metode dalam bidang filsafat adalah sebagai berikut.
a. Metode Kritis, yaitu dengan menganalisis istilah clan pendapat, dengan mengajukan pertanyaan secara terus-menerus sampai ha­kikat yang ditanyakan.
b. Metode intuitif, yaitu dengan melakukan introspeksi intuitif, dengan memakai simbol-simbol.
c. Metode analisis abstraksi, yaitu dengan jalan memisah-misah­kan atau menganalisis di dalam angan-angan (di dalam pikiran) hingga sampai pada hakikat (ditemukan jawaban).
H. Sejarah Kelahiran Filsafat
Berbicara tentang kelahiran dan perkembangan filsafat pada awal kelahirannya tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan (ilmu) pengetahuan yang munculnya pada masa peradaban Kuno (masa Yunani).
Pada tahun 2000 SM bangsa Babylon yang hidup di lembah Sungai Nil (Mesir) dan Sungai Efrat, telah mengenal alat pengukur berat, tabel bilangan berpangkat, tabel perkalian dengan menggunakan sepuluh jari.
Piramida yang merupakan salah satu keajaiban dunia itu, yang ternyata pembuatannya menerapkan geometri dan matematika, me­nunjukkan cara berpikirnya sudah tinggi. Selain itu, mereka pun sudah dapat mengadakan kegiatan pengamatan benda-benda langit, baik
bintang, bulan, matahari sehingga dapat meramalkan gerhana baik gerhana bulan maupun gerhana matahari. Ternyata ilmu yang mereka pakai dewasa ini disebut astronomi.
Di India dan Cina waktu itu telah ditemukan cara pembuatan kertas dan kompas (sebagai penunjuk arah).

1. Masa Yunani
Yunani terletak di Asia Kecil. Kehidupan penduduknya sebagai nelayan dan pedagang, sebab sebagian besar penduduknya tinggal di daerah pantai, sehingga mereka dapat menguasai jalur perdagangan di Laut Tengah.
Kebiasaan mereka hidup di alam bebas sebagai nelayan itulah mewarnai kepercayaan yang dianutnya, yaitu berdasarkan kekuatan alam sehingga beranggapan bahwa hubungan manusia dengan Sang Maha Pencipta bersifat formalitas. Artinya, kedudukan Tuhan terpisah dengan kehidupan manusia.
Kepercayaan, yang bersifat formalitas (natural religion) tidak memberikan kebebasan kepada manusia, ini ditentang oleh Homerus2z dengan dua buah karyanya yang terkenal, yaitu Ilias dan Odyseus. Kedua karya Homerus itu memuat nilai-nilai yang tinggi dan bersifat edukatif. Sedemikian besar peranan karya Homerus, sama kedudukan­nya seperti wayang purwa di Jawa. Akibatnya masyarakat lebih kritis dan rasional.
Pada abad ke-6 SM, bermunculan para pemikir yang keperca­yaannya bersifat rasional (cultural religion) menimbulkan pergeseran.
zzWaktu Homerus melahirkan karyanya ± tahun 850 SM orang-orang pada saat itu masih mempercayai dongeng-dongeng/mitos, sehingga pada saat itu logos (akal) tidak berbicara. Baru sekitar abad VI SM mulai muncul para ahli pikir yang tidak puas dengan dongeng-dongeng. Lihat Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, Kanisius, Yogyakarta, 1975, h1m. 14.
Tuhan tidak lagi terpisah dengan manusia, melainkan justru menyatu dengan kehidupan manusia. Sistem kepercayaan yang natural religious berubah menjadi sistem cultural religious.
Dalam sistem kepercayaan natural religious ini manusia terikat oleh tradisionalisme. Sedangkan dalam sistem kepercayaan kultural religius ini memungkinkan manusia mengembangkan potensi dan budayanya dengan bebas, sekaligus dapat mengembangkan pemikiran­nya untuk menghadapi dan memecahkan berbagai misteri kehidupan/ alam dengan akal pikiran.
Ahli pikir pertama kali yang muncul adalah Thales (± 625 - 545 SM) yang berhasil mengembangkan geometri dan matematika; Liokippos dan Democritos mengembangkan teori materi; Hipocrates mengembangkan ilmu kedokteran, Euclid mengembangkan geometri deduktif; Socrates mengembangkan teori tentang moral; Plato me­ngembangkan teori tentang ide; Aristoteles mengembangkan teori yang menyangkut dunia dan benda dan berhasil mengumpulkan data 500 jenis binatang (ilmu biologi). Suatu keberhasilan yang luar biasa dari Aristoteles adalah menemukan sistem pengaturan pemikiran (logika formal) yang sampai sekarang masih dikenal.
Para ahli pikir Yunani Kuno ini mencoba membuat konsep ten­tang asal mula alam walaupun sebelumnya sudah ada tentang konsep tersebut. Akan tetapi, konsepnya bersifat mitos yaitu mite kosmogonis (tentang asal usul alam semesta) dan mite kosmologis (tentang asal usul serta sifat kejadian-kejadian dalam alam semesta) sehingga konsep mereka sebagai mencari arche (asal mula) alam semesta. Hal itu disebutnya sebagai filosof alam. Karena arah pemikiran filsafatnya pada alam semesta, corak pemikirannya disebut kosmosentris. Sementara itu, para ahli pikir, seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles yang hidup pada masa Yunani Klasik arah pemikirannya pada manusia, maka corak pemikiran fil­safatnya disebut antroposentris. Hal ini disebabkan arah pemikiran para ahli pikir Yunani Klasik tersebut memasukkan manusia sebagai subjek yang harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya.

2. Masa Abad Pertengahan
Masa ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa. Sebagaimana hal­nya dengan filsafat Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan, maka filsafat atau pemikiran pada abad pertengahan pun dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen. Artinya, pemikiran filsafat abad pertengahan didominasi oleh agama. Pemecahan semua persoalan selalu didasarkan atas dogma agama, sehingga corak pemikiran kefilsafatannya bersifat teosentris.
Baru pada abad ke-6 Masehi, setelah mendapatkan dukungan dari Karel Agung,23 maka didirikanlah sekolah-sekolah yang memberi pelajaran gramatika, dialektika, geometri, aritmatika, astronomi, dan musik. Keadaan yang demikian akan mendorong perkembangan pemi­kiran filsafat pada abad ke-13 yang ditandai berdirinya universitas­universitas dan ordo-ordo. Dalam ordo-ordo inilah mereka meng­abdikan dirinya untuk kemajuan ilmu dan agama, seperti Anselmus (1033-1109), Abaelardus (1079-1143), Thomas Aquinas (1225-1274).
Di kalangan para ahli pikir Islam (periode filsafat Skolastik Islam) muncul: Al-Kindi, AI-Farabi, Ibnu Sina, Al-Gazali, Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, Ibnu Rusyd. Periode Skolastik Islam ini berlangsung tahun 850-1200. Pada masa itulah kejayaan Islam berlangsung dan ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat. Akan tetapi, setelah jatuhnya 2'Karel Agung/Charlemagne (Prancis), Carolus Magnus (Latin), Charles I(742­814) menyerbu Italia untuk membantu Paus terhadap Desiderius (774) menjadi raja di Lombardis; merebut Spanyol Timur Laut dari tangan orang-orang Islam Arab (778); menaklukkan dan mengkristenisasikan orang-orang Saxon. Tahun 800 menempatkan kembali Paus Leo III di atas tahtanya, kemudian oleh Paus dinobatkan menjadi kaisar di Roma. Lihat Pringgodigdo, (Ed.). Ensiklopedi Umum, Kanisius, Yogyakarta, 1972, hlm. 214.
kerajaan Islam di Granada di Spanyol tahun 1492 mulailah kekuasaan politik Barat menjarah ke Timur.24 Suatu prestasi yang paling besar dalam kegiatan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang filsafat. Di sini mereka merupakan mata rantai yang mentransfer filsafat Yunani, sebagaimana yang dilakukan oleh sarjana-sarjana Islam di Timur terhadap Eropa dengan menambah pikiran-pikiran Islam sen­diri. Para filosof Islam sendiri sebagian menganggap bahwa filsafat Aristoteles benar, Plato dan Alquran benar. Mereka mengadakan perpaduan dan sinkretisme antara agama dan filsafat. Kemudian pi­kiran-pikiran ini masuk ke Eropa yang merupakan sumbangan Islam yang paling besar, yang besar pengaruhnya terhadap ilmu pengetahuan dan pemikiran filsafat terutama dalam bidang teologi dan ilmu pengetahuan alam25 Peralihan dari abad pertengahan ke abad modern dalam sejarah filsafat disebut sebagai masa peralihan (masa transisi), yaitu munculnya Renaissance dan Humanisme, yang berlangsung pada abad 15-16. Munculnya Renaissance dan Humanisme inilah yang mengawali masa abad modern. Mulai zaman modern inilah peranan ilmu alam kodrat sangat menonjol sehingga akibatnya pemikiran filsafat semakin dianggap sebagai pelayan teologi, yaitu sebagai suatu sarana untuk menetapkan kebenaran-kebenaran mengenai Tuhan yang dapat dicapai oleh akal manusia.zb
"Di Spanyol terdapat dua universitas, yaitu: Universitas Cordoba yang didirikan oleh Abdurrahman II tahun 788, dan Universitas Granada yang didirikan oleh Khalifah Banu Nasr VII. Lihat Hasbulah Bakry, Disekitar Filsafat Skolastik Islam, AB Sitti Syamsiyah, Sala, 1961, hlm. 105.
Dunia Kristen waktu itu sangat mengekang akal-pikir. Segala penemuan ilmu pengetahuan yang tidak mendapatkan legalitas dari gereja harus ditolak dan diberantas. Masuknya pikiran baru ke Eropa membuka masa kegelapan, sehingga Eropa berkenalan dengan filsafat Yunani dan Islam yang membawa ke arah kebebasan berpikir. Lihat Mus­lim Ishak, Tokoh-tokoh Filsafat Islam dari Barat (Spanyot), Surabaya: Bina Ilmu, 1980, hlm. 7, kutipan dari Romein Aera Eropa, 1956.
3. Masa Abad Modern
Pada masa abad modern ini pemikiran filsafat berhasil menem­patkan manusia pada tempat yang sentral dalam pandangan kehi­dupan sehingga corak pemikirannya antroposentris, yaitu pemikiran filsafatnya mendasarkan pada akal pikir dan pengalaman.
Di atas telah dikemukakan bahwa munculnya Renaissance dan Humanisme sebagai awal masa abad modern di mana para ahli (filo­sof) menjadi pelopor perkembangan filsafat (kalau pada masa abad pertengahan yang menjadi pelopor perkembangan filsafat adalah para pemuka agama). Pemikiran filsafat masa abad modern ini berusaha meletakkan dasar-dasar bagi metode induksi secara modern, serta membuka sistematika yang sifatnya logis-ilmiah. Pemikiran filsafat diupayakan lebih bersifat praktis, artinya pemikiran filsafat diarahkan pada upaya manusia agar dapat menguasai lingkungan alam dengan menggunakan berbagai penemuan ilmiah. Karena semakin pesatnya orang menggunakan metode induksi/ eksperimental dalam berbagai penelitian ilmiah, akibatnya perkem­bangan pemikiran filsafat mulai tertinggal oleh perkembangan ilmu­ilmu alam kodrat (natural sciences). Rene Descartes (1596-1650) sebagai bapak filsafat modern yang berhasil melahirkan suatu konsep dari perpaduan antara metode ilmu alam dengan ilmu pasti ke dalam pemi­kiran filsafat. Upaya ini dimaksudkan, agar kebenaran dan kenyataan filsafat juga sebagai kebenaran dan kenyataan yang jelas dan terang.
Pada abad ke-18, perkembangan pemikiran filsafat mengarah pada filsafat ilmu pengetahuan, di mana pemikiran filsafat diisi dengan upaya manusia, bagaimana cara/sarana apa yang dipakai untuk mencari kebenaran dan kenyataan. Tokoh-tokohnya antara lain George Berkeley (1685-1753), David Hume (1711-1776), Rousseau (1722-1778).
Di Jerman muncul Christian Wolft (1679-1754) dan Immanuel Kant (1724-1804), yang mengupayakan agar filsafat menjadi ilmu pengetahuan yang pasti dan berguna, yaitu dengan cara membentuk pengertian-pengertian yang jelas dan bukti yang kuat.
Abad ke-19, perkembangan pemikiran filsafat terpecah belah. Pemikiran filsafat pada saat itu telah mampu membentuk suatu kepribadian tiap-tiap bangsa dengan pengertian dan caranya sendiri. Ada filsafat Amerika, filsafat Prancis, filsafat Inggris, filsafat Jerman. Akhirnya, dengan munculnya pemikiran filsafat yang bermacam­macam ini, berakibat tidak terdapat lagi pemikiran filsafat yang mendominasi. Giliran selanjutnya, lahirlah filsafat Kontemporer atau filsafat dewasa ini.

4. Masa Abad Dewasa Ini (Filsafat Abad ke-20)
Filsafat Dewasa Ini atau Filsafat Abad ke-20 juga disebut Filsafat Kontemporer. Ciri khas pemikiran filsafat ini adalah desentralisasi manusia karena pemikiran filsafat abad ke-20 ini memberikan per­hatian yang khusus kepada bidang bahasa dan etika sosial.
Dalam bidang bahasa terdapat pokok-pokok masalah, yaitu arti kata-kata dan arti pernyataan-pernyataan. Masalah ini muncul karena realitas sekarang ini banyak bermunculan berbagai istilah yang cara pemakaiannya sering tidak dipikirkan secara mendalam sehingga menimbulkan tafsir yang berbeda-beda (bermakna ganda). Maka, timbullah filsafat analitika, yang di dalamnya membahas tentang cara berpikir untuk mengatur pemakaian kata-kata/istilah-istilah yang menimbulkan kerancuan, sekaligus dapat menunjukkan bahaya­bahaya yang terdapat di dalamnya. Karena bahasa sebagai objek ter­penting dalam pemikiran filsafat, para ahli pikir menyebutnya sebagai logosentris.
Bidang etika sosial memuat pokok-pokok masalah apakah yang hendak kita perbuat di dalam masyarakat dewasa ini.
Kemudian, pada paruh pertama abad ke-20 ini timbul aliran­aliran kefilsafatan, seperti Neo-Thomisme, Neo-Kantianisme, Neo­Hegelianisme, Kritika Ilmu, Historisme, Irasionalisme, Neo-Vitalisme, Spiritualisme, Neo-Positivisme. Aliran-aliran di atas sampai sekarang tinggal sedikit yang masih bertahan. Sementara itu, pada awal belahan akhir abad ke-20 muncul aliran-aliran kefilsafatan yang lebih dapat memberikan corak pemikiran dewasa ini, seperti Filsafat Analitik, Filsafat Eksistensi, Strukturalisme, Kritika Sosial.
FILSAFAT YUNANI
Orang Yunani yang hidup pada abad ke-6 SM mempunyai sis­tem kepercayaan, bahwa segala sesuatunya harus diterima sebagai suatu kebenaran yang bersumber pada mitos atau dongeng-dongeng. Artinya, suatu kebenaran lewat akal pikir (logos) tidak berlaku, yang berlaku hanya suatu kebenaran yang bersumber pada mitos (dongeng­dongeng).
Setelah pada abad ke-6 SM muncul sejumlah ahli pikir yang menentang adanya mitos. Mereka menginginkan pertanyaan tentang misted alam semesta ini jawabannya dapat diterima akal (rasional). Keadaan yang demikian ini sebagai suatu demitologi, artinya suatu kebangkitan pemikiran untuk menggunakan akal-pikir dan mening­galkan hal-hal yang sifatnya mitologi. Upaya para ahli pikir untuk mengarahkan pada suatu kebebasan berpikirini menyebabkan banyak orang yang mencoba membuat suatu konsep yang dilandasi kekuatan akal pikir secara murni. Maka, timbullah peristiwa ajaib The Greek Mira­cle, yang nantinya dapat dijadikan sebagai landasan peradaban dunia.
Berikut ini terdapat tiga faktor yang menjadikan filsafat Yunani lahir.
a. Bangsa Yunani yang kaya akan mitos (dongeng), di mana mitos dianggap sebagai awal dari upaya orang untuk mengetahui atau mengerti. Mitos-mitos tersebut kemudian disusun secara siste­matis yang untuk sementara kelihatan rasional sehingga muncul mitos selektif clan rasional, seperti syair karya Homerus, Orpheus, dan lain-lain.
b. Karya sastra Yunani yang dapat dianggap sebagai pendorong kelahiran filsafat Yunani, karya Homerus mempunyai kedudukan yang sangat penting untuk pedoman hidup orang-orang Yunani yang di dalamnya mengandung nilai-nilai edukatif.
c. Pengaruh ilmu-ilmu pengetahuan yang berasal dari Babylonia (Mesir) di Lembah Sungai Nil. Kemudian, berkat kemampuan dan kecakapannya, ilmu-ilmu tersebut dikembangkan sehingga me­reka mempelajarinya tidak didasarkan pada aspek praktisnya saja, tetapi juga aspek teoretis kreatif
Dengan adanya ketiga faktor tersebut, kedudukan mitos digeser oleh logos (akal), sehingga setelah pergeseran tersebut filsafat lahir.
Pengertian filsafat pada saat itu masih berwujud ilmu pengeta­huan yang masih global, sehingga nantinya satu demi satu berkembang clan memisahkan diri menjadi ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri.
Zaman Yunani terbagi menjadi dua periode, yaitu periode Yunani Kuno dan periode Yunani Klasik. Periode Yunani Kuno diisi oleh ahli pikir alam (Thales, Anaximandros, Pythagoras, Xenophanes, dan Democritos). Sedangkan pada periode Yunani Klasik diisi oleh ahli pikir seperti Socrates, Plato, Aristoteles.
A. Yunani Kuno
Periode Yunani Kuno ini lazim disebut periode filsafat alam. Dikatakan demikian, karena pada periode ini ditandai dengan mun­culnya para ahli pikir alam, di mana arah dan perhatian pemikirannya kepada apa yang diamati di sekitarnya. Mereka membuat pernyataan­pernyataan tentang gejala alam yang bersifat filsafati (berdasarkan
akal pikir) dan tidak berdasarkan pada mitos. Mereka mencari asas yang pertama dari alam semesta (arche) yang sifatnya mutlak, yang berada di belakang segala sesuatu yang serba berubah.
Para pemikir filsafat Yunani yang pertama berasal dari Miletos, sebuah kota perantauan Yunani yang terletak di pesisir Asia Kecil. Me­reka kagum terhadap alam yang penuh nuansa dan ritue dan berusaha mencari jawaban atas apa yang ada di belakang semua misteri itu.'

1. Thales (625-545 SM)
Nama Thales muncul atas penuturan sejarawan Herodotus pada abad ke-5 SM. Thales sebagai salah satu dari tujuh orang bijaksana (Seven Wise Men of Greece). Aristoteles memberikan gelar The Father of Philosophy,2 juga menjadi penasihat teknis ke-12 kota Ionia. Salah satu jasanya yang besar adalah meramal gerhana matahari pada tahun 585 SM.
Thales mengembangkan filsafat alam kosmologi yang memper­tanyakan asal mula, sifat dasar, clan struktur komposisi alam semesta. Menurut pendapatnya, semua yang berasal dari air sebagai materi dasar kosmis. Sebagai ilmuwan pada masa itu ia mempelajari magne­tisme dan listrik yang merupakan pokok soal fisika. la juga mengem­bangkan astronomi dan matematika dengan mengemukakan pendapat bahwa bulan bersinar karena memantulkan cahaya matahari, meng­hitung terjadinya gerhana matahari, dan bahwa kedua sudut alas dari suatu segi tiga sama kaki sama besarnya. Dengan demikian, Thales merupakan ahli matematika yang pertama dan juga sebagai the father of deductive reasoning (bapak penalaran deduktif.
Dari pendapat itu dapat kita artikan bahwa apa yang disebut sebagai arche (asas pertama dari alam semesta) adalah air. Katanya, semua berasal dari air, dan semuanya kembali menjadi air. Bahwa bumi terletak di atas air, clan bumi merupakan bahan yang muncul dari air dan terapung di atasnya.
Dalam sejarah matematika, Thales dianggap sebagai pelopor geometri abstrak yang didasarkan kepada petunjuk pengukur banjir, yang implementasinya dengan membuktikan dalil-dalil geometri yang salah satunya bahwa kedua sudut alas dari suatu segi tiga sama kaki adalah sama besarnya.
Walaupun pandangan-pandangan Thales banyak yang kurang jelas, akan tetapi pendapatnya merupakan percobaan pertama yang masih sangat sederhana dengan menggunakan rasio (akal pikir).
2. Anaximandros (640-546 SM)
la adalah orang pertama yang mengarang suatu traktat dalam kesusasteraan Yunani, dan berjasa dalam bidang astronomi, geografi. Jadi, ia merupakan orang pertama yang membuat peta bumi 4 la berhasil memimpin sekelompok orang yang membuat kota baru di Apollonia, Yunani.
Pemikirannya, dalam memberikan pendapat tentang arche (asas pertama alam semesta), ia tidak menunjuk pada salah satu unsur yang dapat diamati oleh indra, tetapi ia menunjuk clan memilih pada sesuatu yang tidak dapat diamati indra, yaitu to apeiron,s sebagai sesuatu yang
"Usahanya dalam bidang geografi dilanjutkan oleh Herakleios, sewarga polis dengan dia.
tidak terbatas, abad sifatnya, tidak berubah-ubah, ada pada segala­galanya, dan sesuatu yang paling dalam. Alasannya, apabila tentang arche tersebut ia menunjuk pada salah satu unsur, maka unsur terse­but akan mempunyai sifat yang dapat bergerak sesuai dengan sifatnya
sehingga tidak ada tempat bagi unsur yang berlawanan 6
Pendapatnya yang lain, bumi seperti silinder, lebarnya tiga kali lebih besar dari tingginya. Bumi tidak terletak atau bersandar pada sesuatu pun. Mengapa bumi tidak jatuh? Karena bumi berada pada pusat jagad raya. Pemikirannya ini harus kita pandang sebagai titik ajaran yang mengherankan bagi orang-orang modern.
3. Pythagoras
Mengenai riwayat hidupnya, ia dilahirkan di Pulau Samos, Ionia. Tanggal clan tahunnya tidak diketahui secara pasti. la juga tidak meninggalkan tulisan-tulisan sehingga apa yang diketahui tentang Pythagoras diperlukan kesaksian-kesaksian. Menurut Aristoxenos seorang murid Aristoteles Pythagoras pindah ke kota Kroton, Italia Selatan karena tidak setuju dengan pemerintahan Polykrates yang bersifat tirani. Di kota ini ia mendirikan sekolah agama, selama 20 tahun ia di Kroton, kemudian pindah ke Metapontion dan meninggal di kota ini.'
Pemikirannya, substansi dari semua benda adalah bilangan, dan segala gejala alam merupakan pengungkapan indrawi dari perbanding­an-perbandingan matematis. Bilangan merupakan inti sari dan dasar pokok dari sifat-sifat benda (number rules the universe = bilangan memerintah jagat raya). la juga mengembangkan pokok soal mate­matik yang termasuk teori bilangan. Umpamanya, dikembangkannya susunan bilangan-bilangan yang mempunyai bentuk geometris.
Pemikirannya tentang bilangan, ia mengemukakan bahwa setiap bilangan dasar dari 1 sampai 10 mempunyai kekuatan dan arti sendiri­sendiri. Satu adalah asal mula segala sesuatu sepuluh, dan sepuluh adalah bilangan sempurna. Bilangan gasal (ganjil) lebih sempurna daripada bilangan genap dan identik dengan finite (terbatas). Salah seorang penganut Pythagoras mengatakan bahwa Tuhan adalah bilangan tujuh, jiwa itu bilangan enam, badan itu bilangan empat.
Pythagoraslah yang mengatakan pertama kali bahwa alam semesta itu merupakan satu keseluruhan yang teratur, sesuatu yang harmonis seperti dalam musik. Keharmonisan dapat tercapai dengan mengga­bungkan hal-hal yang berlawanan, seperti:-  terbatas - tak terbatas; ganjil - genap; satu - banyak; laki-laki - perempuan; bujur sangkar - empat persegi panjang; diam - gerak; lurus - bengkok; baik - buruk; terang - gelap; kanan - kiri.

8. Menurut Pythagoras, kearifan yang sesungguhnya hanya dimiliki oleh Tuhan saja, oleh karenanya ia tidak mau disebut sebagai orang arif seperti Thales, akan tetapi menyebut dirinya sebagai philosophos yaitu pencipta kearifan. Istilah philosophos ini kemudian menjadi philosophia yang terjemahannya secara harfiah adalah cinta kearifan atau kebijaksanaan. Sampai sekarang secara etimologis dan singkat sederhana filsafat dapat diartikan sebagai cinta kearifan atau kebijak­sanaan.
Sebagai seorang yang ahli matematika abadi ia dengan dalil­nya: jumlah dari luas dua sisi sebuah segi tiga siku-siku adalah sama dengan luas sisi miringnya.
B. Yunani Klasik
Pada periode Yunani Klasik ini perkembangan filsafat menunjuk­kan kepesatan, yaitu ditandainya semakin besar minat orang terhadap filsafat. Aliran yang mengawali periode Yunani Klasik ini adalah Sofisme. Penamaan aliran Sofisme ini berasal dari kata sophos yang artinya cerdik pandai. Keberadaan Sofisme ini dengan keahliannya dalam bidang-bidang bahasa, politik, retorika, clan terutama mema­parkan tentang kosmos dan kehidupan manusia di masyarakat se­hingga keberadaan Sofisme ini dapat membawa perubahan budaya dan peradaban Athena.
Antara kaum Sofis dengan Socrates mempunyai hubungan yang crat sekali. Di samping mereka itu hidup sezaman, pokok permasalah­an pemikiran mereka juga sama, yaitu permasalahan Socrates bukan lagi jagat raya, tetapi manusia (Socrates telah memindahkan filsafat dari langit ke bumi), sedangkan kaum Sofis juga memusatkan perha­tian pemikirannya kepada manusia. Bahkan Aristophanes menyebutkan
bahwa sesungguhnya Socrates termasuk kaum Sofis. Perbedaan antara kaum Sofis dengan Socrates adalah bahwa pemikiran filsafat Socrates sebagai suatu reaksi dan kritik terhadap pemikiran kaum Sofis.19
Kaum Sofis
Sofisme bukan merupakan suatu aliran atau ajaran, tetapi lebih merupakan suatu gerakan dalam bidang intelektual yang disebabkan oleh pengaruh kepesatan minat orang terhadap filsafat.
Istilah Sofis yang berasal dari kata sophistes mempunyai penger­tian seorang sarjana atau cendekiawan. Di kemudian hari sebutan sofis mempunyai pengertian yang kurang baik karena sofis diartikan sebagai orang-orang yang pekerjaannya menipu dengan omongan besar, dengan memakai alasan-alasan yang dibuatnya sehingga orang yang menjadi korbannya yakin dengan apa yang dikatakan si sofis. Para sofis tersebut pekerjaannya berkeliling kota untuk memberikan ajarannya dengan imbalan jasa atau uang.
Di atas telah disebutkan bahwa timbulnya kaum Sofis karena akibat dari minat orang terhadap filsafat. Akan tetapi, terdapat tiga faktor yang mendorong timbulnya kaum Sofis, yaitu sebagai berikut.
a. Perkembangan secara pesat kota Athena dalam bidang politik dan ekonomi. Hal ini mengakibatkan kota Athena menjadi ramai, demikian juga para ahli pikir atau kaum intelektual mengunjungi kota Athena. Dengan demikian, Athena menjadi kota yang ber­kembang sangat pesat dalam bidang intelektual maupun bidang kultural.
b. Setelah kota Athena mengalami keramaian penduduknya yang bertempat tinggal, maka kebutuhan dalam bidang pendidikan tidak terelakkan lagi karena desakan kaum intelektual. Lebih-lebih
19Brouwer, op. cit., hlm. 18.
kota Athena sebagai pusat politik sehingga peranan pendidikan sangat penting untuk mendidik kaum mudanya. Kaum Sofis men­didik kaum mudanya sebagai upaya untuk melanjutkan pendi­dikan dasar yang telah ada. Pendidikan yang diupayakan adalah matematika, astronomi, bahasa yang penting untuk mendidik kaum muda dalam keterampilan berdebat dan percaturan politik. Dengan demikian, kaum Sofis mempunyai jasa yang besar dalam bidang retorika (tata bahasa) atau ilmu keahlian berpidato.
c. Karena pemukiman perkotaan bangsa Yunani biasanya terletak di pantai, kontak dan pergaulan dengan bangsa lain tidak dapat dihindari lagi. Akibatnya, orang-orang Yunani banyak mengenal berbagai kebudayaan, dan sekaligus terjadi akulturasi kebuda­yaan. Sehingga, dengan terbukanya masyarakat Yunani terhadap budaya luar akan membuat orang-orang Yunani menjadi dinamis dan berkembang.
Salah satu tokoh Sofisme adalah Gorgias (480 - 380 SM). Gorgias inilah tokoh Sofisme yang paling banyak muridnya, walaupun masih banyak lagi tokoh yang kecil, misalnya Hippias, Prodikos, dan Kritias.
Gorgias (480 - 380 SM)
la lahir di Leontinoi, Sicilia. Namanya menjadi terkenal karena ajarannya dalam bidang retorika atau seni berpidato, dan memang ia sangat pandai berdebat.
Menurut pendapatnya, yang penting adalah bagaimana dapat mcyakinkan orang lain agar menerima pendapat kita. Dengan demi­kian, dalam berdebat bukan mencari kebenaran, tetapi bagaimana mcrnenangkan perdebatan. Pemikirannya yang penting adalah:mencari keterangan tentang asal usul yang ada;11
Bagaimana peran manusia sebagai makhluk yang mempunyai sifat untuk menentukan sikap hidupnya;
c. norma yang sifatnya umum tidak ada, yang ada norma yang individualistis (subjektivisme);
d. bahwa kebenaran tidak dapat diketahui sehingga ia termasuk penganut Skeptisisme.
Dari pendapat beberapa orang terhadap aliran Sofisme terdapat perbedaan, yaitu ada yang menganggap bahwa aliran Sofisme sebagai aliran yang merusak dunia filsafat. Juga sebaliknya, yaitu mengajarkan kepada orang agar kita dapat berpikir secara kritis, (ini tidak dapat kita tiru) mencari kelemahan-kelemahan yang sifatnya destruktif agar kita memenangkan perdebatan.
Aspek positif dari adanya aliran Sofisme ini akan mempengaruhi terhadap kebudayaan Yunani, yaitu suatu revolusi intelektual, dan mengangkat manusia sebagai objek pemikiran filsafat. Hal ini akan mempengaruhi pemikiran Socrates serta pelopor bagi pendidikan bagi para pemuda secara sistematis. Aspek negatifnya, aliran Sofisme membawa pengaruh yang tidak baik terhadap kebudayaan Yunani, terutama nilai-nilai tradisional (agama dan moral) dihancurkan. Kecakapan berpidato dipergunakan untuk memutarbalikkan kebe­naran karena Sofisme meragukan kebenaran dan ilmu pengetahuan
digoncangkan.20
Hal terpenting dengan munculnya Sofisme ini adalah mempu­nyai peran yang sangat penting dalam rangka menyiapkan kelahiran pemikiran filsafat Yunani Klasik yang dipelopori Socrates, Plato; dan Aristoteles.
"Ibid., hlm. 22.
1. Socrates (469 - 399)
Mengenai riwayat Socrates tidak banyak diketahui, tetapi sebagai sumber utama keterangan tentang dirinya dapat diperoleh dari tulisan Aristophanes, Xenophon, Plato, dan Aristoteles. la sendiri tidak me­ninggalkan tulisan, sedangkan keterangan tentang dirinya didapat dari para muridnya. Orang yang paling banyak menulis tentang Socrates adalah Plato yang berupa dialog-dialog.
la anak seorang pemahat Sophroniscos, dan ibunya bernama Phairnarete, yang pekerjaannya seorang bidan. Istrinya bernama Xantipe yang dikenal sebagai seorang yang judes (galak dan keras). la berasal dari keluarga yang kaya dengan mendapatkan pendidikan yang baik, kemudian menjadi prajurit Athena. la terkenal sebagai pra­jurit yang gagah berani. Karena ia tidak suka terhadap urusan politik, maka ia lebih senang memusatkan perhatiannya kepada filsafat, yang akhirnya ia dalam keadaan miskin.
Seperti halnya kaum Sofis, Socrates mengarahkan perhatiannya kepada manusia sebagai objek pemikiran filsafatnya. Berbeda dengan kaum Sofis, yang setiap mengajarkan pengetahuannya selalu me­mungut bayaran, tetapi Socrates tidak memungut bayaran kepada murid-muridnya. Maka, ia kemudian oleh kaum Sofis sendiri dituduh memberikan ajaran barunya, merusak moral para pemuda, dan me­nentang kepercayaan negara. Kemudian ia ditangkap dan akhirnya dihukum mati dengan minum racun pada umur 70 tahun yaitu pada tahun 399 SM. Pembelaan Socrates atas tuduhan tersebut telah ditulis olch Plato dalam karangannya: Apologia.
Sejak muda Socrates telah terlihat sifat kebijaksanaannya, karena selain ia cerdas juga pada setiap perilakunya dituntun oleh suara batin (daimon) yang selalu membisikkan dan menuntun ke arah keutama­an moral. Cara memberikan pelajaran kepada para muridnya dengan dialog (tanya jawab), yang bertujuan untuk mengupas kebenaran
semu yang selalu menyelimuti para muridnya. Kebenaran semu ter­sebut muncul karena ketidaktahuan para muridnya tentang hal-hal tertentu. Dengan cara dialog pengetahuan semu akan terdobrak sehingga mampu keluar dan melahirkan pengetahuan yang sejati.
Peran Socrates dalam mendobrak pengetahuan semu itu meniru pekerjaan ibunya sebagai seorang bidan dalam upaya menolong kela­hiran bayi, akan tetapi ia berperan sebagai bidan pengetahuan. Teknik dalam upaya menolong kelahiran (bayi) pengetahuan itu disebut majeutike (kebidanan) yaitu dengan cara mengamat-amati hal-hal yang konkret dan yang beragam coraknya tetapi pada jenis yang sama. Kemudian unsur-unsur yang berbeda dihilangkan sehingga tinggallah unsur yang sama dan bersifat umum, itulah pengetahuan sejati.
Pengetahuan sejati atau pengertian sejati sangat penting dalam mencapai keutamaan moral. Barangsiapa yang mempunyai pengertian sejati berarti memiliki kebajikan (arete) atau keutamaan moral berarti pula memiliki kesempurnaan manusia sebagai manusia.')
Socrates dengan pemikiran filsafatnya untuk menyelidiki manusia secara keseluruhan, yaitu dengan menghargai nilai-nilai jasmaniah dan rohaniah yang keduanya tidak dapat dipisahkan karena dengan keterkaitan kedua hal tersebut banyak nilai yang dihasilkan.
2. Plato (427 - 347 SM)
Plato adalah pengikut Socrates yang taat di antara para pengikut­nya yang mempunyai pengaruh besar. Selain dikenal sebagai ahli pikir juga dikenal sebagai sastrawan yang terkenal. Tulisannya sangat banyak, sehingga keterangan tentang dirinya dapat diperolehnya secara cukup.21
')Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1, Kanisius, Yogyakarta, hlm. 37. 21Dalam karyanya, Apologia. Plato memberikan pembelaan Socrates di pengadilan. Karya-karyanya yang lain: Kriton, Protagoras, Gorgias, Menon, Kratylos, Symposian, Phaidan,
la lahir di Athena, dengan nama asli Aristocles. la belajar filsafat dari Socrates, Pythagoras, Heracleitos, dan Elia, akan tetapi ajarannya yang paling besar pengaruhnya adalah dari nama Ariston dan ibunya bernama Periktione. Sebagai orang yang dilahirkan dalam lingkungan keluarga bangsawan ia mendapatkan pendidikan yang baik dari seorang bangsawan, bernama Pyrilampes. Sejak anak-anak ia telah mengenal Socrates dan kemudian menjadi gurunya selama 8 tahun.
Pada usia 40 tahun ia mengunjungi Italia dan Sicilia, untuk belajar ajaran Pythagoras, kemudian sekembalinya ia mendirikan sekolah: Akademia. Sekolah tersebut dinamakan Akademis, karena berdekatan dengan kuil Akademos seorang pahlawan Athena. la memimpin seko­lah tersebut selama 40 tahun. la memberikan pengajaran secara baik dalam bidang ilmu pengetahuan dan filsafat, terutama bagi orang­orang yang akan menjadi politikus.
Sebagai titik tolak pemikiran filsafatnya, ia mencoba menyele­saikan permasalahan lama: mana yang benar yang berubah-ubah (Heracleitos) atau yang tetap (Parmenides). Mana yang benar antara pengetahuan yang lewat indra dengan pengetahuan yang lewat akal. Pengetahuan yang diperoleh lewat indra dise-butnya pengetahuan indra atau pengetahuan pengalaman. Sementara itu, pengetahuan yang diperoleh lewat akal disebut pengetahuan akal. Pengetahuan indra atau pengetahuan pengalaman bersifat tidak tetap atau berubah-ubah, sedangkan pengetahuan akal bersifat tetap atau tidak berubah-ubah.
Sebagai contoh, terdapat banyak segitiga yang bentuknya berlain­lainan menurut pengetahuan indra atau pengetahuan pengalaman, tetapi dalam ide atau pikiran bentuk segitiga tersebut hanya satu dan tetap, dan ini menurut pengetahuan akal.
I'olitca, Phaidros, clan Politikus. Plato memberikan komentarnya bahwa Socrates adalah .,vorang yang paling baik, paling bijaksana, paling jujuz dan merupakan manusia yang paling adil dad seluruh zamannya.
Sebagai penyelesaian persoalan yang dihadapi Plato tersebut di atas, ia menerangkan bahwa manusia itu sesungguhnya berada dalam dua dunia, yaitu dunia pengalaman yang bersifat tidak tetap, berma­cam-macam dan berubah serta dunia ide yang bersifat tetap, hanya satu macam, dan tidak berubah. Dunia pengalaman merupakan bayang-bayang dari dunia ide sedangkan dunia ide merupakan dunia yang sesungguhnya, yaitu dunia realitas. Dunia inilah yang menjadi "model" dunia pengalaman. Dengan demikian, dunia yang sesung­guhnya atau dunia realitas itu adalah dunia ide.
Jadi, Plato, dengan ajarannya tentang ide, berhasil menjembatani pertentangan pendapat antara Herakleitos dan Parmenides. Plato mengemukakan bahwa ajaran dan pemikiran Herakleitos itu benar, tetapi hanya berlaku pada dunia pengalaman. Sebaliknya, pendapat Parmenides juga benar, tetapi hanya berlaku pada dunia ide yang hanya dapat dipikirkan oleh akal.
Dibandingkan dengan gurunya, Socrates, Plato telah maju selang­kah dalam pemikirannya. Socrates baru sampai pada pemikiran tentang sesuatu yang umum dan merupakan hakikat suatu realitas, tetapi Plato telah mengembangkannya dengan pemikiran bahwa hakikat suatu realitas itu bukan "yang umum", tetapi yang mempunyai kenyataan yang terpisah dari sesuatu yang berada secara konkret, yaitu ide. Dunia ide inilah yang hanya dapat dipikirkan dan diketahui oleh akal.zz
Pemikirannya tentang Tuhan, Plato mengemukakan bahwa ter­dapat beberapa masalah bagi manusia yang tidak pantas apabila tidak mengetahuinya. Masalah tersebut adalah sebagai berikut.
a. Manusia itu mempunyai Tuhan sebagai penciptanya.
b. Tuhan itu mengetahui segala sesuatu yang diperbuat oleh manusia.
c. Tuhan hanya dapat diketahui dengan cara negatif, tidak ada ayat, tidak ada anak dan lain-lain.
d. Tuhanlah yang menjadikan alam ini dari tidak mempunyai per­aturan menjadi mempunyai peraturan.
Sebagai puncak pemikiran filsafat Plato adalah pemikirannya tentang negara, yang tertera dalam Polites clan Nomoi. Pemikirannya tentang negara ini sebagai upaya Plato untuk memperbaiki keadaan negara yang dirasakan buruk.
Konsepnya tentang negara di dalamnya terkait etika dan teorinya tentang negara. Konsepnya tentang etika sama seperti Socrates, yaitu bahwa tujuan hidup manusia adalah hidup yang baik (eudaimonia atau well-being). Akan tetapi, untuk hidup yang baik tidak mungkin dilakukan tanpa di dalam polis (negara). Alasannya, karena manusia menurut kodratnya merupakan makhluk sosial dan kodratnya di dalam polis (negara). Maka, untuk hidup yang baik, dituntut adanya negara yang baik. Sebaliknya, polis (negara) yang jelek atau buruk tidak mungkin menjadikan para warganya hidup dengan baik. Menurut Plato, di dalam negara yang ideal terdapat tiga golongan berikut.
a. Golongan yang tertinggi, terdiri dari orang-orang yang meme­rintah (para penjaga, para filsuf).
Golongan pembantu, terdiri dari para prajurit, yang bertugas untuk menjaga keamanan negara clan menjaga ketaatan para warganya.
c.     Golongan rakyat biasa, terdiri dari petani, pedagang, tukang, yang bertugas untuk memikul ekonomi negara (polis).z3
Tugas negarawan adalah mencipta keselarasan antara semua keahlian dalam negara (polis) sehingga mewujudkan keseluruhan yang harmonis. Bentuk pemerintahan harus disesuaikan dengan keadaan yang nyata.
Apabila suatu negara telah mempunyai Undang-Undang Dasar, bentuk pemerintahan yang paling tepat adalah monarki. Bentuk pemerintahan yang aristokrasi dianggap kurang tepat dan sedangkan bentuk pemerintahan yang terburuk adalah demokrasi. Sementara itu, apabila suatu negara belum mempunyai Undang-Undang Dasar, bentuk pemerintahan yang paling tepat adalah demokrasi, dan yang paling buruk adalah monarki. Konsep tentang negara ini tertera dalam Politeia (Tata negara).z4
3. Aristoteles (384 - 322 SM)
Ia dilahirkan di Stageira, Yunani Utara pada tahun 384 SM. Ayahnya seorang dokter pribadi di raja Macedonia Amyntas. Karena hidupnya di lingkungan istana, ia mewarisi keahliannya dalam penge­tahuan empiris dari ayahnya. Pada usia 17 tahun ia dikirim ke Athena untuk belajar di Akademia Plato selama kira-kira 20 tahun hingga Plato meninggal. Beberapa lama ia menjadi pengajar di Akademia Plato untuk mengajar logika dan retorika.
Setelah Plato meninggal dunia, Aristoteles bersama rekannya Xenokrates meninggalkan Athena karena ia tidak setuju dengan pen­dapat pengganti Plato di Akademia tentang filsafat. Tiba di Assos, Aristoteles dan rekannya mengajar di sekolah Assos. Di sini Aristo­teles menikah dengan Pythias. Pada tahun 345 SM kota Assos diserang oleh tentara Parsi, rajanya (rekan Aristoteles) dibunuh, kemudian Aristoteles dengan kawan-kawannya melarikan diri ke Mytilene di pulau Lesbos tidak jauh dari Assos.
24Bertens, op. cit., hlm. 114 - 23.
Tahun 342 SM Aristoteles diundang raja Philippos dari Macedonia untuk mendidik anaknya Alexander. Dengan bantuan raja Aristoteles mendirikan sekolah Lykeion.
Karya-karya Aristoteles berjumlah delapan pokok bahasan sebagai berikut.
a.     Logika, terdiri dari:
Categoriac (kategori-kategori),
De interpretatione (perihal penafsiran),
Analytics Priora (analitika logika yang lebih dahulu), Analytica Posteriora (analitika logika yang kemudian),
Topica,
De Sophistics Elenchis (tentang cara berargumentasi kaum Sofis).
b.     Filsafat Alam, terdiri dari:
Phisica,
De caelo (perihal langit),
De generatione et corruptione (tentang timbul-hilangnya makh­luk-makhluk jasmani),
Meteorologica (ajaran tentang badan-badan jagad raya).
c.     Psikologi, terdiri dari:
De anima (perihal jiwa),
Parva naturalia (karangan-karangan kecil tentang pokok­pokok alamiah).
d.    Biologi, terdiri dari:
De partibus animalium (perihal bagian-bagian binatang) De mutu animalium (perihal gerak binatang) De incessu animalium (tentang binatang yang berjalan)
De generatione animalium (perihal kejadian binatang-binatang)
c.     Metafisika, oleh Aristoteles dinamakan sebagai filsafat pertama
atau theologia. f.     Etika, terdiri dari:
-      Ethica Nicomachea,
-      Magna moralia (karangan besar tentang moral),
-      Ethica Eudemia.
Politik dan ekonomi, terdiri dari:
g.
-      Politics,
-      Economics.
h. Retorika dan poetika, terdiri dari:
Rhetorica, Poetica.z5
Berikut ini akan kami uraikan tentang beberapa pemikiran Aristoteles yang terdiri dari:
a.     ajarannya tentang logika;
b.     ajarannya tentang sillogisme;
c. ajarannya tentang pengelompokan ilmu pengetahuan; d. ajarannya tentang potensia dan dinamika;
e.     ajarannya tentang pengenalan;
f.     ajarannya tentang etika;
ajarannya tentang negara.
ad. a. Ajarannya tentang Logika
Logika tidak dipakai oleh Aristoteles, ia memakai istilah analitika. Istilah logika pertama kali muncul pada abad pertama Masehi oleh Cicero, artinya seni berdebat. Kemudian, Alexander Aphrodisias (Abad III Masehi) orang pertama yang memakai kata logika yang artinya ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita.
Menurut Aristoteles, berpikir harus dilakukan dengan bertitik tolak pada pengertian-pengertian sesuatu benda. Suatu pengertian memuat dua golongan, yaitu substansi (sebagai sifat yang umum),
dan aksidensia (sebagai sifat yang secara tidak kebetulan). Dari dua golongan tersebut terurai menjadi sepuluh macam kategori, yaitu: 1) substansi (mis. manusia, binatang); 2)      kuantitas (dua, tiga);
3) kualitas (merah, baik);
4) relasi (rangkap, separuh);
5) tempat (di rumah, di pasar); 6) waktu (sekarang, besok); 7) keadaan (duduk, berjalan);
8) mempunyai (berpakaian, bersuami); 9) berbuat (membaca, menulis);
10) menderita (terpotong, tergilas). Sampai sekarang, Aristoteles dianggap sebagai bapak logika tradisional.
ad. b. Ajarannya tentang Silogisme
Menurut Aristoteles, pengetahuan manusia hanya dapat di­munculkan dengan dua cara, yaitu induksi dan deduksi. Induksi adalah suatu proses berpikir yang bertolak pada hal-hal yang khusus untuk mencapai kesimpulan yang sifatnya umum. Sementara itu, deduksi adalah proses berpikir yang bertolak pada dua kebenaran yang tidak diragukan lagi untuk mencapai kesimpulan sebagai kebenaran yang ketiga. Menurut pendapatnya, deduksi ini merupakan jalan yang baik untuk melahirkan pengetahuan baru. Berpikir deduksi yaitu silogisme, yang terdiri dari premis mayor clan premis minor, dan kesimpulan. Perhatikan contoh berikut.
-      Si Fulan adalah manusia (premis minor)
-      Si Fulan adalah makhluk hidup (kesimpulan)
ad. c. Ajarannya tentang Pengelompokan Ilmu Pengetahuan
Aristoteles mengelompokkan ilmu pengetahuan menjadi tiga golongan, yaitu:
a.     ilmu pengetahuan praktis (etika dan politik);
b. ilmu pengetahuan produktif (teknik dan kesenian);
c.     ilmu pengetahuan teoretis (fisika, matematika, metafisika).
ad. d. Ajarannya tentang Aktus dan Potensia
Mengenai realitas atau yang ada, Aristoteles tidak sependapat dengan gurunya Plato yang mengatakan bahwa realitas itu ada pada dunia ide. Menurut Aristoteles, yang ada itu berada pada hal-hal yang khusus dan'konkret. Dengan kata lain, titik tolak ajaran atau pemikiran filsafatnya adalah ajaran Plato tentang ide. Realitas yang sungguh-sungguh ada bukanlah yang umum clan yang tetap seperti yang dikemukakan Plato, tetapi realitas terdapat pada yang khusus dan yang individual. Keberadaan manusia bukan di dunia ide, tetapi manusia berada yang satu per satu. Dengan demikian, realitas itu terdapat pada yang konkret, yang bermacam-macam, yang berubah­ubah. Itulah realitas yang sesungguhnya.
Mengenai hule dan morfe, bahwa yang disebut sebagai hule ada­lah suatu unsur yang menjadi dasar permacaman. Sementara itu, morfe adalah unsur yang menjadi dasar kesatuan. Setiap benda yang konkret terdiri dari hule dan morfe. Misalnya, es batu dapat dijadikan es teh, es sirop, es jeruk, clan es teh tentu akan lain dengan es jeruk karena morfenya. Jadi, hule clan morfe tidak terpisahkan.zb
ad. e. Ajarannya tentang Pengenalan
Menurut Aristoteles, terdapat dua macam pengenalan, yaitu pengenalan indrawi clan pengenalan rasional. Dengan pengenalan indrawi kita hanya dapat memperoleh pengetahuan tentang bentuk benda (bukan materinya) dan hanya mengenal hal-hal yang konkret. Sementara itu, pengenalan rasional kita akan dapat memperoleh pengetahuan tentang hakikat dari sesuatu benda. Dengan pengenalan rasional ini kita dapat menuju satu-satunya untuk ke ilmu pengeta­huan. Cara untuk menuju ke ilmu pengetahuan adalah dengan teknik abstraksi. Abstraksi artinya melepaskan sifat-sifat atau keadaan yang secara kebetulan, sehingga tinggal sifat atau keadaan yang secara kebetulan yaitu intisari atau hakikat suatu benda.
Aristoteles mempunyai perhatian yang khusus terhadap masalah etika. Karena etika bukan diperuntukkan sebagai cita-cita, akan tetapi dipakai sebagai hukum kesusilaan. Menurut pendapatnya, tujuan ter­tinggi hidup manusia adalah kebahagiaan (eudaimonia). Kebahagiaan adalah suatu keadaan di mana segala sesuatu yang termasuk dalam keadaan bahagia telah berada dalam diri manusia. Jadi, bukan sebagai kebahagiaan subjektif. Kebahagiaan harus sebagai suatu aktivitas yang nyata, clan dengan perbuatannya itu dirinya semakin disempurnakan. Kebahagiaan manusia yang tertinggi adalah berpikir murni.
ad. g. Ajarannya ten tang Negara
Menurut Aristoteles, negara akan damai apabila rakyatnya juga damai. Negara yang paling baik adalah negara dengan sistem demokrasi moderat, artinya sistem demokrasi yang berdasarkan Undang-Undang Dasar.
4. Filsafat Hellenisme
Filsafat Yunani Klasik mencapai puncaknya dengan munculnya Aristoteles. Setelah Aristoteles meninggal dunia, pemikiran filsafat Yunani merosot. Lima abad sepeninggal Aristoteles terjadi kekosong­an sehingga tidak ada ahli pikir yang menghasilkan buah pemikiran filsafatnya seperti Plato atau Aristoteles, sampai munculnya filosof Plotinus (204 - 270).
Lima abad dari adanya kekosongan di atas diisi oleh aliran-aliran besar (seperti: Epikurisme, Stoaisme, Skeptisisme, dan Neoplato­nisme). Pokok permasalahan filsafat dipusatkan pada cara hidup manusia sehingga orang yang dikatakan bijaksana adalah orang yang mengatur hidupnya menurut budinya. Cara untuk mengatur hidup inilah yang menjadi dasar dari Epikurisme, Stoaisme, clan Skeptisisme. Menurut sejarah filsafat, masa ini (sesudah Aristoteles) disebut zaman Hellenisme.2'
Filsafat Hellenisme ini dimulai pada pemerintahan Alexander Agung (356 - 23 SM) atau Iskandar Zulkarnain Raja Macedonia. Pada zaman ini terjadi pergeseran pemikiran filsafat, dari filsafat teoretis menjadi filsafat praktis.

a. Epicurisme
Sebagai tokohnya Epicurus (341 - 271 SM), lahir di Samos dan mendapatkan pendidikan di Athena. la mendapat pengaruh dari ajaran Democritos dan Aristophos.
27Hellenisme adalah nama untuk kebudayaan, cita-cita dan cara hidup orang Yu­nani seperti yang terdapat di Athena di zaman Pericles. Hellenisme pada abad ke-4 SM diganti oleh kebudayaan Yunani, atau setiap usaha menghidupkan kembali cita-cita Yunani zaman modern. Lihat, Pringgodigdo, (Ed.), Ensiklopedi Umum, Kanisius, Yogyakarta, 1972, hlm. 402.
Pokok ajarannya adalah bagaimana agar manusia itu dalam hi­dupnya bahagia. Epicurus mengemukakan bahwa agar manusia dalam hidupnya bahagia terlebih dahulu harus memperoleh ketenangan jiwa (ataraxia). Menurut kenyataan, banyak manusia yang hidupnya tidak bahagia karena mengalami ketakutan. Jadi, apabila manusia telah dapat menghilangkan ketakutannya itu, niscaya manusia akan memperoleh ketenangan jiwa, yang selanjutnya akan memperoleh kebahagiaan.
Terdapat tiga ketakutan dalam diri manusia seperti berikut ini.
Pertama, agar manusia tidak takut terhadap kemarahan dewa. Sesung­guhnya tidak beralasan manusia takut terhadap kemarahan dewa karena dewa mempunyai dunianya sendiri dan ma­nusia mempunyai dunianya sendiri. Jadi dunia dewa dengan manusia lain.
Kedua, agar manusia tidak takut terhadap kematian. Tidak beralasan apabila manusia takut terhadap kematian karena kematian itu merupakan akhir suatu kehidupan dan setelah manusia hidup, tidak ada kehidupan lagi. Jadi, manusia tidak perlu takut akan kematian.
IZetiga, agar manusia tidak takut terhadap nasib. Karena nasib ma­nusia bukan ditentukan oleh dewa, akan tetapi ditentukan oleh atom-atom. Dengan demikian, adanya nasib manusia itu tergantung dari gerak atom-atom yang terdapat dalam diri manusia. Maka tidak ada alasan untuk takut terhadap nasib.
Untuk mencapai kebahagiaan manusia harus menghilangkan rasa ketakutan terhadap kemarahan dewa, kematian, dan akan nasib.

b. Stoaisme
Sebagai tokohnya adalah Zeno (366 - 264 SM) yang berasal dari Citium, Cyprus. Ajarannya mempunyai persamaan dengan Epicurus.
Pokok ajarannya adalah bagaimana manusia dalam hidupnya dapat bahagia. Untuk mencapai kebahagiaan tersebut manusia harus harmoni terhadap dunia (alam) dan harmoni dengan dirinya sendiri. Mengapa manusia harus harmoni dengan dunia (alam), karena manusia merupakan bagian daripada dunia (alam). Untuk mencapai harmoni dengan dunia (alam), manusia harus terlebih dahulu harus harmoni dengan dirinya sendiri. Apabila manusia telah dapat mencapai har­moni dengan dirinya sendiri, maka kebahagiaan bukan lagi sebagai tujuan hidup, tetapi dalam keadaan harmoni dengan dirinya sendiri, itulah sesungguhnya manusia dalam keadaan apatheia, yaitu keadaan tanpa rasa (pathe) atau keadaan manusia di mana dirinya dapat me­nguasai segala perasaannya?a

c. Skeptisisme
Tokoh skeptisisme adalah Pyrrhe (360 - 270 SM). Pokok ajaran­nya adalah bagaimana cara manusia agar dapat hidup berbahagia. Hal ini ia menengarai bahwa sebagian besar manusia itu hidupnya tidak bahagia, sehingga manusia sukar sekali mencapai kebijak­sanaan. Syaratnya, manusia perlu untuk tidak mengambil keputusan karena orang yang tidak pernah mengambil keputusan itu disebut orang yang tidak pernah keliru. Untuk tidak pernah keliru itu manusia harus selalu ragu-ragu terhadap segala bentuk kebenaran clan penge­tahuan. Dengan demikian, orang yang bijaksana adalah orang yang selalu ragu-ragu, dengan ragu-ragu itu orang akan tidak pernah keliru. Akhirnya orang tersebut dikatakan sebagai orang yang tidak pernah mengambil keputusan, dan orang yang tidak pernah mengambil ke­putusan itulah orang yang berbahagia.
Aliran yang lain tingkatannya lebih kecil dari ketiga aliran di atas adalah: Neopythagoras (merupakan campuran dari ajaran Plato,
z&Brouwer, op. cit., him. 43 dan Poedjawijatna, op. cit., him. 47.
Aristoteles, dan Kaum Stoa), tokohnya Appolonius dari Tyana yang hidup abad pertama SM. Kemudian, Platonis Tengah di mana ajarannya banyak diwarnai ajaran agama. Tokohnya Plutarkhos dan Noumenios, yang hidup pada abad kedua Masehi.
Aliran ketiga adalah filsafat Yahudi. Tokohnya adalah Philo yang hidup tahun 30 SM. la mengupayakan perpaduan antara filsafat Yahudi dengan filsafat Hellenisme.

d. Neoplatonisme
Tokohnya adalah Plotinus dan Ammonius Saccas. Kurang lebih 5 abad sesudah Aristoteles meninggal dunia, muncul kembali filsafat Yunani yang untuk terakhir kalinya. Munculnya kembali pemikiran filsafat Yunani ini bersamaan dengan munculnya agama Kristen (awal abad Masehi).
Plotinus (204 - 270) lahir di Lykopolis, Mesir. Pemikiran filsa­fatnya dipengaruhi oleh Plato, sedikit Aristoteles. Titik tolak pemi­kiran filsafat Plotinus adalah bahwa asas yang menguasai segala sesuatu adalah satu. Filsafat Neoplatonisme merupakan perpaduan antara filsafat Plato (Ide kebaikan tertinggi) dengan diberi penekanan kepada upaya pencarian pengalaman batiniah untuk menuju ke ke­satuan dengan Tuhan (Yang Esa).
Pemikirannya, karena Tuhan merupakan isi dan titik tolak pemikirannya, Tuhan dianggap sebagai Kebaikan Tertinggi clan seka­ligus menjadi tujuan semua kehendak. Ada segala sesuatu timbul dari Ada Yang Esa. Yang Esa keluar dari dalam dirinya, tanpa gerak, tanpa kehendak. Yang Esa mengeluarkan pancaran sinar yang tidak ber­gerak (yaitu matahari yang juga selalu memancarkan sinarnya).
Demikian juga, manusia sebagai makhluk bukanlah sebagai ciptaan Tuhan, tetapi pancaran Tuhan. Proses timbulnya makhluk, pertama yang muncul dari Yang Esa disebut jiwa. Jiwa inilah yang menggerakkan alam semesta. Kemudian, dari jiwa timbul roh-roh, dari roh-roh menimbulkan materi-materi.
Karena segala sesuatu (termasuk manusia) itu timbul dengan sendirinya (tidak dicipta Tuhan), tugas manusia adalah kembali ke asalnya yaitu Tuhan. Dalam kehidupan manusia di dunia, apabila manusia terlalu mencurahkan hidupnya ke arah dunia, manusia akan melupakan kodrat sejatinya. Dan apabila manusia memandang dunia secara wajar, manusia akan dapat mencapai dunia ide (Ide Yang Satu yaitu Tuhan).
Plotinus mengharapkan agar manusia tidak menekankan ke­duniawian sehingga cepat dapat mencapai keindahan dunia. Untuk mencapai keindahan dunia sehingga cepat sampai ke dunia Ide, manusia harus memurnikan diri dari keduniawian yang serbaneka. Akhirnya, apabila manusia dapat memurnikan dirinya dengan men­jauhi keduniawian, manusia niscaya akan dapat bersatu dengan Tuhan.z9
Walaupun Plotinus mendasarkan diri pada pemikiran Plato, tetapi Plotinus memajukan hal baru yang belum terdapat dalam filsa­fat Yunani, yaitu arah pemikirannya kepada Tuhan dan Tuhan dijadikan dasar segala sesuatunya.
Karena zaman Neoplatonisme ini diwarnai oleh agama, zaman ini disebutnya sebagai zaman mistik 30
z9Untuk dapat bersatu dengan Tuhan, manusia harus melalui tiga tahapan: melaku­kan kebajikan umum, berfilsafat, dan mistik. Tiga tahapan inilah yang dikatakan sebagai hal baru dalam ajaran Plotinus, dan belum pernah ada dalam filsafat Yunani.
3oPoedjawijatna, ibid., him. 49 - 51.

FILSAFAT BARAT ABAD PERTENGAHAN
Filsafat Yunani mengalami kemegahan dan kejayaannya dengan hasil yang sangat gemilang, yaitu melahirkan peradaban Yunani. Menurut pandangan sejarah filsafat, dikemukakan bahwa peradaban Yunani merupakan titik tolak peradaban manusia di dunia. Maka pandangan sejarah filsafat dikemukakan manusia di dunia. Giliran selanjutnya adalah warisan peradaban Yunani jatuh ke tangan ke­kuasaan Romawi.' Kekuasaan Romawi memperlihatkan kebesaran dan kekuasaannya hingga daratan Eropa (Britania), tidak ketinggalan pula pemikiran filsafat Yunani juga ikut terbawa. Hal ini berkat peran
'Roma, ibukota Italia, terletak di Italia Tengah di dekat Pantai Barat, di kedua belah tepi sungai Tiber, tempat kedudukan Paus yang berdiam di kota Vatikan. Menurut perjanjian Lateran (perjanjian Tahta Suci dengan pemerintah Italia tahun 1929) kota Vatikan adalah wilayah berdaulat. Vatikan disebut "kota abadi" karena untuk suatu masa yang panjang merupakan suatu pusat kebudayaan, kesenian dan keagamaan. Juga disebut 'kota suci". Menurut dongengnya, kota Roma didirikan oleh Romulus (753 SM). Roma terus me­naik kemasyhurannya pada akhir abad ketiga sebelum Masehi. Pertengahan awal abad I Masehi adalah awal masa keemasan kebudayaan Romawi dan awal zaman kekaisaran. Roma pada masa abad pertengahan (abad ke-5 hingga ke-14 Masehi), dengan lenyap­nya Kekaisaran Romawi, melahirkan lembaga baru: kepausan. Paus pertama adalah Gregorius (590 - 604) yang menjadikan Roma sebuah kota penting sebagai pusat dunia Kristen. Lihat, Pringgodigdo, (Ed.)., op. cit., him. 954.

Caesar Augustus yang mencipta masa keemasan kesusastraan Latin, kesenian, clan arsitektur Romawi.2
Setelah filsafat Yunani sampai ke daratan Eropa, di sana menda­patkan lahan baru dalam pertumbuhannya. Karena bersamaan dengan agama Kristen, filsafat Yunani berintegrasi dengan agama Kristen, sehingga membentuk suatu formulasi baru. Maka, muncullah filsafat Eropa yang sesungguhnya sebagai penjelmaan filsafat Yunani setelah berintegrasi dengan agama Kristen.
Di dalam masa pertumbuhan dan perkembangan filsafat Eropa (kira-kira selama 5 abad) belum memunculkan ahli pikir (filosof), akan tetapi setelah abad ke-6 Masehi, barulah muncul para ahli pikir yang mengadakan penyelidikan filsafat. Jadi, filsafat Eropa yang me­ngawali kelahiran filsafat barat abad pertengahan.
Kekuatan pengaruh antara filsafat Yunani dengan agama Kristen dikatakan seimbang. Apabila tidak seimbang pengaruhnya, maka tidak mungkin berintegrasi membentuk suatu formula baru. Walaupun agama Kristen relatif masih baru keberadaannya, tetapi pada saat itu muncul anggapan yang sama terhadap filsafat Yunani ataupun agama Kristen. Anggapan pertama, bahwa Tuhan turun ke bumi (dunia) dengan membawa kabar baik bagi umat manusia. Kabar baik tersebut berupa firman Tuhan yang dianggap sebagai sumber kebijaksanaan yang sempurna clan sejati. Anggapan kedua, bahwa walaupun orang­orang telah mengenal agama baru, tetapi juga mengenal filsafat Yunani yang dianggap sebagai sumber kebijaksanaan yang tidak diragukan lagi kebenarannya.
Dengan demikian, di benua Eropa filsafat Yunani akan tumbuh clan berkembang dalam suasana yang lain. Filsafat Eropa merupakan sesuatu yang baru, suatu formulasi baru, pohon filsafat masih yang
lama (dari Yunani), tetapi tunas yang baru (karena pengaruh agama Kristen) memungkinkan perkembangan clan pertumbuhan yang rindang 3
Filsafat Barat Abad Pertengahan (476 - 1492) juga dapat dikata­kan sebagai "abad gelap". Pendapat ini didasarkan pada pendekatan sejarah gereja. Memang pada saat itu tindakan gereja sangat mem­belenggu kehidupan manusia sehingga manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya. Para ahli pikir pada saat itu pun tidak memiliki kebebasan berpikir. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan ajaran gereja, orang yang mengemukakannya akan mendapatkan hukuman berat. Pihak gereja melarang diadakannya penyelidikan­penyelidikan berdasarkan rasio terhadap agama. Karena itu, kajian terhadap agama/teologi yang tidak berdasarkan ketentuan gereja akan mendapatkan larangan yang ketat. Yang berhak mengadakan penye­lidikan terhadap agama hanyalah pihak gereja. Walaupun demikian, ada juga yang melanggar larangan tersebut dan mereka dianggap orang murtad dan kemudian diadakan pengejaran (inkuisisi). Pengejaran terhadap orang-orang murtad ini mencapai puncaknya pada saat Paus Innocentius III di akhir abad XII, dan yang paling berhasil dalam pe­ngejaran orang-orang murtad ini di Spanyol.
Ciri-ciri pemikiran filsafat barat abad Pertengahan adalah: -         cara berfilsafatnya dipimpin oleh gereja;
berfilsafat di dalam lingkungan ajaran Aristoteles;
-      berfilsafat dengan pertolongan Augustinus dan lain-lain.'
Masa Abad Pertengahan ini juga dapat dikatakan sebagai suatu masa yang penuh dengan upaya menggiring manusia ke dalam kehi­dupan/sistem kepercayaan yang picik clan fanatik, dengan menerima
zPringgodigdo, (Ed.), ibid., hlm. 953.
3Poedjawijatna, op. cit., hlm. 80.
'Epping, et. al., Filsafat ENSIE, Jemmars, Bandung, 1983, hlm. 126.
ajaran gereja secara membabi buta. Karena itu perkembangan ilmu pengetahuan terhambat.
Masa ini penuh dengan dominasi gereja, yang tujuannya untuk membimbing umat ke arah hidup yang saleh. Namun, di sisi lain, dominasi gereja ini tanpa memikirkan martabat dan kebebasan manu­sia yang mempunyai perasaan, pikiran, keinginan, dan cita-cita untuk menentukan masa depannya sendiri.
Masa Abad Pertengahan ini terbagi menjadi dua masa yaitu: masa Patristik dan masa Skolastik. Masa Skolastik terbagi menjadi: Skolastik Awal, Skolastik Puncak, dan Skolastik Akhir.
A. Masa Patristik
Istilah Patristik berasal dari kata Latin pater atau bapak, yang artinya para pemimpin gereja. Para pemimpin gereja ini dipilih dari golongan atas atau golongan ahli pikir. Dari golongan ahli pikir inilah menimbulkan sikap yang beragam pemikirannya. Mereka ada yang menolak filsafat Yunani dan ada yang menerimanya.
Bagi mereka yang menolak, alasannya karena beranggapan bahwa sudah mempunyai sumber kebenaran yaitu firman Tuhan, dan tidak dibenarkan apabila mencari sumber kebenaran yang lain seperti dari filsafat Yunani. Bagi mereka yang menerima sebagai alasannya ber­anggapan bahwa walaupun telah ada sumber kebenaran yaitu firman Tuhan, tetapi tidak ada jeleknya menggunakan filsafat Yunani hanya diambil metodosnya saja (tata cara berpikir). Juga, walaupun filsafat Yunani sebagai kebenaran manusia, tetapi manusia juga sebagai ciptaan Tuhan. Jadi, memakai/menerima filsafat Yunani diperbolehkan selama dalam hal-hal tertentu tidak bertentangan dengan agama.
Perbedaan pendapat tersebut berkelanjutan, sehingga orang­orang yang menerima filsafat Yunani menuduh bahwa mereka (orang­
orang Kristen yang menolak filsafat Yunani) itu munafik. Kemudian, orang-orang yang dituduh munafik tersebut menyangkal, bahwa tuduhan tersebut dianggap fitnah. Dan pembelaan dari orang-orang yang menolak filsafat Yunani mengatakan bahwa dirinyalah yang benar-benar hidup sejalan dengan Tuhan.
Akibatnya, muncul upaya untuk membela agama Kristen, yaitu para apologis (pembela iman Kristen) dengan kesadarannya membela iman Kristen dari serangan filsafat Yunani. Para pembela iman Kristen tersebut adalah Justinus Martir, Irenaeus, Klemens, Origenes, Gregorius Nissa, Tertullianus, Diosios Arepagos, Au-relius Augustinus.
1. Justinus Martir
Nama aslinya Justinus, kemudian nama Martir diambil dari istilah "orang-orang yang rela mati hanya untuk kepercayaannya".
Menurut pendapatnya, agama Kristen bukan agama baru karena Kristen lebih tua dari filsafat Yunani, dan Nabi Musa dianggap seba­gai awal kedatangan Kristen. Padahal, Musa hidup sebelum Socrates dan Plato. Socrates dan Plato sendiri sebenarnya telah menurunkan hikmahnya dengan memakai hikmah Musa. Selanjutnya dikatakan bahwa filsafat Yunani itu mengambil dari kitab Yahudi. Pandangan ini didasarkan bahwa Kristus adalah logos. Dalam mengembangkan aspek logosnya ini orang-orang Yunani (Socrates, Plato dan lain-lain) kurang memahami apa yang terkandung dan memancar dari logos­nya, yaitu pencerahan sehingga orang-orang Yunani dapat dikatakan menyimpang dari ajaran murni. Mengapa mereka menyimpang? Karena orang-orang Yunani terpengaruh oleh demon atau setan. Demon atau setan tersebut dapat mengubah pengetahuan yang benar kemudian dipalsukan. Jadi, agama Kristen lebih bermutu dibanding dengan filsafat Yunani. Demikian pembelaan Justinus Martin
2. Klemens (150 - 215)
la juga termasuk pembela Kristen, tetapi ia tidak membenci fil­safat Yunani. Pokok-pokok pikirannya adalah sebagai berikut:
-      memberikan batasan-batasan terhadap ajaran Kristen untuk mempertahankan diri dari otoritas filsafat Yunani;
memerangi ajaran yang anti terhadap Kristen dengan menggu­nakan filsafat Yunani;
-      bagi orang Kristen, filsafat dapat dipakai untuk membela iman Kristen, dan memikirkan secara mendalam.

3. Tertullianus (160 - 222)
la dilahirkan bukan dari keluarga Kristen, tetapi setelah melak­sanakan pertobatan ia menjadi gigih membela Kristen secara fanatik. la menolak kehadiran filsafat Yunani karena filsafat dianggap sesuatu yang tidak perlu. Baginya berpendapat, bahwa wahyu Tuhan sudahlah cukup. Tidak ada hubungan antara teologi dengan filsafat, tidak ada hubungan antara Yerussalem (pusat agama) dengan Yunani (pusat filsafat), tidak ada hubungan antara gereja dengan akademi, tidak ada hubungan antara Kristen dengan penemuan baru.
Selanjutnya ia mengatakan bahwa dibanding dengan cahaya Kristen, segala yang dikatakan oleh para filosof Yunani dianggap tidak penting. Apa yang dikatakan oleh para filosof Yunani tentang kebenaran pada hakikatnya sebagai kutipan dari kitab Suci. Akan tetapi karena kebodohan para filosof, kebenaran kitab suci tersebut dipalsukan.
Akan tetapi lama kelamaan, Tertullianus akhirnya menerima juga filsafat Yunani sebagai cara berpikir yang rasional. Alasannya, bagai­manapun juga berpikir yang rasional diperlukan sekali. Pada saat itu, karena pemikiran filsafat yang diharapkan tidak dibakukan, saat itu filsafat hanya mengajarkan pemikiran-pemikiran ahli pikir Yunani saja,
Bab Tiga: Filsafat Barat Abad Pertengahan       71
sehingga, akhirnya Tertullianus melihat filsafat hanya dimensi praktis­nya saja, dan ia menerima filsafat sebagai cara atau metode berpikir untuk memikirkan kebenaran keberadaan Tuhan beserta sifat-sifatnya.
4. Augustinus (354 - 430)
Sejak mudanya ia telah mempelajari bermacam-macam aliran filsafat, antara lain Platonisme dan Skeptisisme. la telah diakui ke­berhasilannya dalam membentuk filsafat Kristen yang berpengaruh besar dalam filsafat abad pertengahan sehingga ia dijuluki sebagai guru skolastik yang sejati. la seorang tokoh besar di bidang teologi dan filsafat.
Setelah mempelajari aliran Skeptisisme, ia kemudian tidak menyetujui atau menyukainya, karena di dalamnya terdapat perten­tangan batiniah. Orang dapat meragukan segalanya, tetapi orang tidak dapat meragukan bahwa ia ragu-ragu. Seseorang yang ragu-ragu sebenarnya ia berpikir clan seseorang yang berpikir sesungguhnya ia berada (eksis).
Menurut pendapatnya, daya pemikiran manusia ada batasnya, tetapi pikiran manusia dapat mencapai kebenaran clan kepastian yang tidak ada batasnya, yang bersifat kekal abadi. Artinya, akal pikir ma­nusia dapat berhubungan dengan sesuatu kenyataan yang lebih tinggi.
Akhirnya, ajaran Augustinus berhasil menguasai sepuluh abad, dan mempengaruhi pemikiran Eropa. Perlu diperhatikan bahwa para pemikir Patristik itu sebagai pelopor pemikiran skolastik. Mengapa ajaran Augustinus sebagai akal dari skolastik dapat mendominasi hampir sepuluh abad? Karena ajarannya lebih bersifat sebagai metode daripada suatu sistem sehingga ajarannya mampu meresap sampai masa skolastik.
B. Masa Skolastik
Istilah skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school, yang berarti sekolah. Jadi, skolastik berarti aliran atau yang berkait­an dengan sekolah. Perkataan skolastik merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad pertengahan.
Terdapat beberapa pengertian dari corak khas skolastik, sebagai
berikut.
a. Filsafat Skolastik adalah filsafat yang mempunyai corak semata­mata agama. Skolastik ini sebagai bagian dari kebudayaan abad pertengahan yang religius.
b. Filsafat Skolastik adalah filsafat yang mengabdi pada teologi atau filsafat yang rasional memecahkan persoalan-persoalan mengenai berpikir, sifat ada, kejasmanian, kerohanian, baik buruk. Dari rumusan tersebut kemudian muncul istilah skolastik Yahudi, sko­lastik Arab dan lain-lainnya.
c. Filsafat Skolastik adalah suatu sistem filsafat yang termasuk jajaran pengetahuan alam kodrat, akan dimasukkan ke dalam bentuk sintesis yang lebih tinggi antara kepercayaan dan akal.
d.    Filsafat Skolastik adalah filsafat Nasrani karena banyak dipe­ngaruhi oleh ajaran gereja.'
Filsafat Skolastik ini dapat berkembang dan tumbuh karena be­berapa faktor berikut.

Faktor Religius
Faktor religius dapat mempengaruhi corak pemikiran filsafatnya. Yang dimaksud dengan faktor religius adalah keadaan lingkungan saat itu yang berperikehidupan religius. Mereka beranggapan bahwa
Bab Tiga: Filsafat BaratAbad Pertengahan         73
hidup di dunia ini suatu perjalanan ke tanah suci Yerussalem, dunia ini bagaikan negeri asing dan sebagai tempat pembuangan limbah air mata saja (tempat kesedihan). Sebagai dunia yang menjadi tanah airnya adalah surga. Manusia tidak dapat sampai ke tanah airnya (surga) dengan kemampuannya sendiri, sehingga harus ditolong. Karena manusia itu menurut sifat kodratnya mempunyai cela atau kelemahan yang dilakukan (diwariskan) oleh Adam, mereka juga berkeyakinan bahwa Isa anak Tuhan berperan sebagai pembebas dan pemberi bahagia. Ia akan memberi pengampunan sekaligus meno­longnya. Maka, hanya dengan jalan pengampunan inilah manusia dapat tertolong agar dapat mencapai tanah airnya (surga). Anggapan dan keyakinan inilah yang dijadikan dasar pemikiran filsafatnya.5
Faktor Ilmu Pengetahuan
Pada saat itu telah banyak didirikan lembaga pengajaran yang diupayakan oleh biara-biara, gereja, ataupun dari keluarga istana. Kepustakaannya diambilkan dari para penulis Latin, Arab (Islam), dan Yunani.
Masa Skolastik terbagi menjadi tiga periode, yaitu:
1. Skolastik Awal, berlangsung dari tahun 800-1200;
2. Skolastik Puncak, berlangsung dari tahun 1200-1300; 3.          Skolastik Akhir, berlangsung dari tahun 1300-1450. 1. Skolastik Awal
Sejak abad ke-5 hingga ke-8 Masehi, pemikiran filsafat Patristik mulai merosot, terlebih lagi pada abad ke-6 dan 7 dikatakan abad kacau. Hal ini disebabkan pada saat itu terjadi serangan terhadap Romawi sehingga kerajaan Romawi beserta peradabannya ikut runtuh yang telah dibangun selama berabad-abad.'
Baru pada abad ke-8 Masehi, kekuasaan berada di bawah Karel Agung (742 - 814)8 dapat memberikan suasana ketenangan dalam bidang politik, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan, termasuk kehi­dupan manusia serta pemikiran filsafat yang semuanya menampak­kan mulai adanya kebangkitan. Kebangkitan inilah yang merupakan kecemerlangan abad pertengahan, di mana arah pemikirannya berbeda sekali dengan sebelumnya.
Saat ini merupakan zaman baru bagi bangsa Eropa. Hal ini ditan­dai dengan skolastik yang di dalamnya banyak diupayakan pengem­bangan ilmu pengetahuan di sekolah-sekolah. Pada mulanya skolastik ini timbul pertama kalinya di biara Italia Selatan dan akhirnya sampai berpengaruh ke Jerman dan Belanda.
Kurikulum pengajarannya meliputi studi duniawi atau artes liberales, meliputi tata bahasa, retorika, dialektika (seni berdiskusi), ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu perbintangan, dan musik.
Di antara tokoh-tokohnya adalah Aquinas (735-805), Johannes Scotes Eriugena (815 - 870), Peter Lombard (1100 - 1160), John Salis­bury (1115 - 1180), Peter Abaelardus (1079 - 1180).

Peter Abaelardus (1079 - 1180)
la dilahirkan di Le Pallet, Prancis. la mempunyai kepribadian yang keras dan pandangannya sangat tajam sehingga sering kali ber­
'Roma dirampok oleh Kaum Visigot di bawah Alarik I (tahun 410) sehingga kota tersebut kehilangan artinya clan menderita berat dalam perang terhadap orang-orang Germania clan Byzantium (Kekaisaran Romawi lenyap).
8Ia menyerbu Italia untuk membantu Paus (tahun 800) - Paus Leo III dinobatkan sebagai Kaisar di Roma. Lihat Pringgodigdo, (Ed.), op. cit., hlm. 214 dan 954.
tengkar dengan para ahli pikir dan pejabat gereja. la termasuk orang konseptualisme dan sarjana terkenal dalam sastra romantik, sekaligus sebagai rasionalistik, artinya peranan akal dapat menundukkan ke­kuatan iman. Iman harus mau didahului akal. Yang harus dipercaya adalah apa yang telah disetujui atau dapat diterima oleh akal.
Berbeda dengan Anselmus yang mengatakan bahwa berpikir harus sejalan dengan iman, Abaelardus memberikan alasan bahwa berpikir itu berada di luar iman (di luar kepercayaan). Karena itu ber­pikir merupakan sesuatu yang berdiri sendiri. Hal ini sesuai dengan metode dialektika yang tanpa ragu-ragu ditunjukkan dalam teologi, yaitu bahwa teologi harus memberikan tempat bagi semua bukti­bukti. Dengan demikian, dalam teologi itu iman hampir kehilangan tempat. la mencontohkan, seperti ajaran Trinitas juga berdasarkan pada bukti-bukti, termasuk bukti dalam wahyu Tuhan.

2. Skolastik Puncak
Masa ini merupakan kejayaan skolastik yang berlangsung dari tahun 1200 - 1300 dan masa ini juga disebut masa berbunga. Masa itu ditandai dengan munculnya universitas-universitas dan ordo-ordo, yang secara bersama-sama ikut menyelenggarakan atau memajukan ilmu pengetahuan, di samping juga peranan universitas sebagai sumber atau pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Berikut ini beberapa faktor mengapa masa skolastik mencapai pada puncaknya.
a. Adanya pengaruh dari Aristoteles, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina sejak abad ke-12 sehingga sampai abad ke-13 telah tumbuh menjadi ilmu pengetahuan yang luas.
'Samuel Smith, Gagasan-gagasan Besar Tokoh-tokoh da(am Bidang Pendidikan, alih
bahasa siapa?, Bumi Aksara, Jakarta, 1986, hlm. 79.
b. Tahun 1200 didirikan Universitas Almamater di Prancis. Univer­sitas ini merupakan gabungan dari beberapa sekolah. Almamater inilah sebagai awal (embrio) berdirinya Universitas di Paris, di Oxford, di Mont Pellier, di Cambridge dan lain-lainnya.
c. Berdirinya ordo-ordo. Ordo-ordo inilah yang muncul karena banyaknya perhatian orang terhadap ilmu pengetahuan sehingga menimbulkan dorongan yang kuat untuk memberikan suasana yang semarak pada abad ke-13. Hal ini akan berpengaruh terha­dap kehidupan kerohanian di mana kebanyakan tokoh-tokohnya memegang peran di bidang filsafat dan teologi, seperti Albertus de Grote, Thomas Aquinas, Binaventura, J.D. Scotus, William Ocham.

Upaya Kristenisasi Ajaran Aristoteles
Pada mulanya hanya sebagian ahli pikir yang membawa dan meneruskan ajaran Aristoteles, akan tetapi upaya ini mendapatkan perlawanan dari Augustinus. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu anggapan bahwa ajaran Aristoteles yang mulai dikenal pada abad ke-12 telah diolah clan tercemar oleh ahli pikir Arab (Islam). Hal ini dianggap sangat membahayakan ajaran Kristen. Keadaan yang demi­kian ini bertolak belakang bahwa ajaran Aristoteles masih diajarkan di fakultas-fakultas, bahkan dianggapnya sebagai pelajaran yang pen­ting dan harus dipelajari.
Untuk menghindari adanya pencemaran tersebut di atas (dari ahli pikir Arab atau Islam), Albertus Magnus dan Thomas Aquinas sengaja menghilangkan unsur-unsur atau selipan dari Ibnu Rusyd, dengan menerjemahkan langsung dari bahasa Latinnya. Juga, bagian­bagian ajaran Aristoteles yang bertentangan dengan ajaran Kristen diganti dengan teori-teori baru yang bersumber pada ajaran Aristo­teles dan diselaraskan dengan ajaran Kristen. Langkah terakhir, dari ajaran Aristoteles telah diselaraskan dengan ajaran ilmiah (suatu sintesis antara kepercayaan dan akal).
Upaya Thomas Aquinas ini sangat berhasil dengan terbitnya sebuah buku Summa Theologiae dan sekaligus merupakan bukti bahwa ajaran Aristoteles telah mendapatkan kemenangan dan sangat mem­pengaruhi seluruh perkembangan skolastik.

Albertus Magnus (1203- 1280)
Di samping sebagai biarawan, Albertus Magnus10 juga dikenal sebagai cendekiawan abad pertengahan. la lahir dengan nama Albert von Bollstadt yang juga dikenal sebagai "doktor universalis" dan "doktor magnus", kemudian bernama Albertus Magnus (Albert the Great). Ia mempunyai kepandaian luar biasa. Di universitas Padua ia belajar artes liberales, ilmu-ilmu pengetahuan alam, kedokteran, fil­safat Aristoteles, belajar teologi di Bulogna, dan masuk ordo Domi­nican tahun 1223, kemudian masuk ke Koln menjadi dosen filsafat dan teologi.
Terakhir ia diangkat sebagai uskup agung. Pola pemikirannya meniru Ibnu Rusyd dalam menulis tentang Aristoteles. Dalam bidang ilmu pengetahuan, ia mengadakan penelitian dalam ilmu biologi dan ilmu kimia."

Thomas Aquinas (1225-1274)
Nama sebenarnya adalah Santo Thomas Aquinas, yang artinya Thomas yang suci dari Aquinas. Di samping sebagai ahli pikir, ia juga seorang dokter gereja bangsa Italia. la lahir di Rocca Secca, Napoli,
10Karya-karya Albertus Magnus yang terbit pada tahun 1951 di Lyon terdiri atas 21 jilid. Sebuah di antaranya adalah komentarnya terhadap Aristoteles, sehingga ia dianggap sebagai pelopor yang membawa filsafat Aristoteles Le dalam agama Kristen Katolik. Albertus Magnus menyebut Aristoteles sebagai orang yang sempurna (the Per­fect). Filsafat moralnya berdasarkan pada tiga hal: kesatuan, cinta, dan harapan.
"Smith, op. cit., hlm. 82.
Italia. la merupakan tokoh terbesar Skolastisisme, salah seorang suci gereja Katolik Romawi dan pendiri aliran yang dinyatakan menjadi filsafat resmi gereja Katolik. Tahun 1245 belajar pada Albertus Magnus. Pada tahun 1250 ia menjadi guru besar dalam ilmu agama di Prancis dan tahun 1259 menjadi guru besar dan penasihat istana Paus."
Karya Thomas Aquinas telah menandai taraf yang tinggi dari aliran Skolastisisme pada abad pertengahan.
la berusaha untuk membuktikan bahwa iman Kristen secara penuh dapat dibenarkan dengan pemikiran logis. la telah menerima pemikiran Aristoteles sebagai otoritas tertinggi tentang pemikirannya yang logis.
Menurut pendapatnya, semua kebenaran asalnya dari Tuhan. Kebenaran diungkapkan dengan jalan yang berbeda-beda, sedangkan iman berjalan di luar jangkauan pemikiran. la mengimbau agar orang­orang untuk mengetahui hukum alamiah (pengetahuan) yang ter­ungkap dalam kepercayaan. Tidak ada kontradiksi antara pemikiran dan iman. Semua kebenaran mulai timbul secara ketuhanan walau­pun iman diungkapkan lewat beberapa kebenaran yang berada di luar kekuatan pikir.
Thomas telah menafsirkan pandangan bahwa Tuhan sebagai Tukang Boyong yang tidak berubah dan yang tidak berhubungan de­ngan atau tidak mempunyai pengetahuan tentang kejahatan-kejahatan di dunia. Tuhan tidak pernah mencipta dunia, tetapi zat dan pemikir­
annya tetap abadi.13
'zJulukan Santo Thomas yang terkenal adalah "Lembu Jantan Bisu", artinya ia lambat dalam tingkah lakunya dan gagah. Namun, ia merupakan mahaguru yang pandai, tajam pikirannya. Sebutan-sebutan: Thomisme baru, Neo Thomisme, Neo-Skolastisisme dipakai untuk aliran filsafat dalam abad kedua puluh.
Selanjutnya ia katakan bahwa iman lebih tinggi dan berada di luar pemikiran yang berkenaan sifat Tuhan dan alam semesta. Timbulnya pokok persoalan yang aktual dan praktis dari gagasannya adalah "pemikirannya dan kepercayaannya telah menemukan kebenaran mutlak yang harus diterima oleh orang-orang lain". Pandangannya inilah yang menjadikan perlawanan kaum Protestan karena sikapnya yang otoriter.
Thomas sendiri menyadari bahwa tidak dapat menghilangkan unsur-unsur Aristoteles. Bahkan ia menggunakan ajaran Aristoteles, tetapi sistem pemikirannya berbeda. Masuknya unsur Aristoteles ini didorong oleh kebijakan pimpinan gereja Paus Urbanus V (1366) yang memberikan angin segar untuk kemajuan filsafat. Kemudian Thomas mengadakan langkah-langkah sebagai berikut.
Langkah pertama, Thomas menyuruh teman sealiran Willem van Moerbeke untuk membuat terjemahan baru yang langsung dari Yunani. Hal ini untuk melawan Aristotelianisme yang berorientasi pada Ibnu Rusyd, dan upaya ini mendapat dukungan dari Siger van Brabant.
Langkah kedua, pengkristenan ajaran Aristoteles dari dalam. Bagian-bagian yang bertentangan dengan apa yang dianggap Kristen bertentangan sebagai firman Aristoteles, tetapi diupayakan selaras dengan ajaran Kristen.
Langkah ketiga, ajaran Aristoteles yang telah dikristenkan dipakai untuk membuat sintesis yang lebih bercorak ilmiah (sintesis deduktif antara iman dan akal). Sistem barunya itu untuk menyusun Summa Theologiae.
3. Skolastik Akhir
Masa ini ditandai dengan adanya rasa jemu terhadap segala macam pemikiran filsafat yang menjadi kiblatnya sehingga memperlihatkan stagnasi (kemandegan). Di antara tokoh-tokohnya adalah William Ockham (1285 - 1349), Nicolas Cusasus (1401-1464).

William Ockham (1285 - 1349)
la merupakan ahli pikir Inggris yang beraliran skolastik. Karena terlibat dalam pertengkaran umum dengan Paus John XXII, ia dipenjara di Avignon, tetapi ia dapat melarikan diri dan mencari perlindungan pada Kaisar Louis IV. la menolak ajaran Thomas dan mendalilkan bahwa kenyataan itu hanya terdapat pada benda-benda satu demi satu, dan hal-hal yang umum itu hanya tanda-tanda abstrak.
Menurut pendapatnya, pikiran manusia hanya dapat mengeta­hui barang-barang atau kejadian-kejadian individual. Konsep-konsep atau kesimpulan-kesimpulan umum tentang alam hanya merupakan abstraksi buatan tanpa kenyataan. Pemikiran yang demikian ini, dapat dilalui hanya lewat intuisi, bukan lewat logika. Di samping itu, ia membantah anggapan skolastik bahwa logika dapat membuktikan doktrin teologis. Hal ini akan membawa kesulitan dirinya yang pada waktu itu sebagai penguasanya Paus John XXII.

Nicolas Cusasus (1401 - 1464)
la sebagai tokoh pemikir yang berada paling akhir masa skolastik. Menurut pendapatnya, terdapat tiga cara untuk mengenal, yaitu lewat indra, akal, dan intuisi. Dengan indra kita akan mendapatkan penge­tahuan tentang benda-benda berjasad, yang sifatnya tidak sempurna. Dengan akal kita akan mendapatkan bentuk-bentuk pengertian yang abstrak berdasar pada sajian atau tangkapan indra. Dengan intuisi, kita akan mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi. Hanya dengan intuisi inilah kita akan dapat mempersatukan apa yang oleh akal tidak dapat dipersatukan. Manusia seharusnya menyadari akan ke­terbatasan akal, sehingga banyak hal yang seharusnya dapat diketahui.
Karena keterbatasan akal tersebut, hanya sedikit saja yang dapat diketahui oleh akal. Dengan intuisi inilah diharapkan akan sampai pada kenyataan, yaitu suatu tempat di mana segala sesuatu bentuknya menjadi larut, yaitu Tuhan.
Pemikiran Nicolaus ini sebagai upaya mempersatukan seluruh pemikiran abad pertengahan, yang dibuat ke suatu sintesis yang lebih luas. Sintesis ini mengarah ke masa depan, dari pemikirannya ini ter­sirat suatu pemikiran para humanis.

4. Skolastik Arab (Islam)
Dalam bukunya, Hasbullah Bakry menerangkan bahwa istilah skolastik Islam jarang dipakai di kalangan umat Islam. Istilah yang biasa dipakai adalah ilmu kalam atau filsafat Islam. Dalam pemba­hasan antara ilmu kalam clan filsafat Islam biasanya dipisahkan."
Tokoh-tokoh yang termasuk para ahli pikir Islam (pemikir Arab atau Islam pada masa skolastik), yaitu Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Kindi, Ibnu Rusyd. Peranan para ahli pikir tersebut besar sekali, yaitu sebagai berikut.
a. Sampai pertengahan abad ke-12 orang-orang Barat belum per­nah mengenal filsafat Aristoteles sehingga yang dikenal hanya buku Logika Aristoteles.
b. Orang-orang Barat itu mengenal Aristoteles berkat tulisan dari para ahli pikir Islam, terutama dari Ibnu Rusyd15 sehingga Ibnu
'aHasbullah Bakry, op. cit., hlm. 9.
"Ibnu Rusyd (Muhammad Ibnu Rusyd) dalam filsafat Barat dikenal dengan nama Averroes. Lahir tahun 1126 di Cordova. Di samping sebagai ahli pikir, ia juga ahli hu­kum dan ilmu kedokteran. Hanya karena Ibnu Rusydlah Universitas Cordova semakin terkenal. la meninggal di pengasingan (Maroko) tahun 1198. la telah banyak sekali memberikan tulisannya tentang ajaran Aristoteles. Dibandingkan dengan Ibnu Sina, ia lebih besar pengaruhnya terhadap Skolastik Latin. Lihat Epping, et. al., op. cit.,hlm. 160. Rusyd dikatakan sebagai guru terbesar para ahli pikir Skolastik Latin. c. Skolastik Islamlah yang membawakan perkembangan Skolastik Latin.
Tidak hanya dalam pemikiran filsafat saja, tetapi para ahli pikir Islam tersebut memberikan sumbangan yang tidak kecil bagi Eropa, yaitu dalam bidang ilmu pengetahuan. Para ahli pikir Islam sebagian menganggap bahwa filsafat Aristoteles benar, Plato dan Alquran benar, mereka mengadakan perpaduan dan sinkretisme antara agama dan filsafat. Pemikiran-pemikiran tersebut kemudian masuk ke Eropa yang merupakan sumbangan Islam paling besar.
Dengan demikian, dalam pembahasan skolastik Islam terbagi menjadi dua periode, yaitu:
a.     Periode Mutakallimin (700 - 900);
b.     Periode Filsafat Islam (850 - 1200).
Banyak buku filsafat dan sejenisnya mengenai peranan para ahli pikir Islam atas kemajuan dan peradaban Barat sengaja disembunyikan karena mereka (Barat) tidak mengakui secara terus terang jasa para ahli pikir Islam itu dalam mengantarkan kemoderenan Barat.
C. Masa Peralihan
Setelah abad pertengahan berakhir sampailah pada masa per­alihan yang diisi dengan gerakan kerohanian yang bersifat pemba­haruan. Zaman peralihan ini merupakan embrio masa modern. Masa peralihan ini ditandai dengan munculnya renaissance, humanisme, dan reformasi yang berlangsung antara abad ke-14 hingga ke-16.
Renaissance
Renaissance atau kelahiran kembali di Eropa ini merupakan suatu gelombang kebudayaan dan pemikiran yang dimulai di Italia, kemudian di Prancis, Spanyol, dan selanjutnya hingga menyebar ke seluruh Eropa. Di antara tokoh-tokohnya adalah Leonardo da Vinci, Michelangelo, Machiavelli, dan Giordano Bruno.

Humanisme
Humanisme pada mulanya dipakai sebagai suatu pendirian di kalangan ahli pikir Renaissance yang mencurahkan perhatiannya terhadap pengajaran kesusastraan Yunani dan Romawi, serta peri­kemanusiaan. Kemudian, Humanisme berubah fungsinya menjadi gerakan untuk kembali melepaskan ikatan dari gereja dan berusaha menemukan kembali sastra Yunani atau Romawi. Di antara para tokohnya adalah Boccaccio, Petrarcus, Lorenco Vallia, Erasmus, dan Thomas Morre.

Reformasi
Reformasi merupakan revolusi keagamaan di Eropa Barat pada abad ke-16. Revolusi tersebut dimulai dari gerakan terhadap perbaikan keadaan gereja Katolik. Kemudian berkembang menjadi asas-asas Protestantisme. Para tokohnya antara lain Jean Calvin dan Martin Luther.
Akhirnya dalam filsafat Renaissance salah satu unsur pokoknya adalah manusia. Suatu pemikiran yang sejajar dengan Renaissance. Pemikiran yang ingin menempatkan manusia pada tempat yang sentral dalam pandangan kehidupan.


PEMIKIRAN FILSAFAT DI TIMUR
A. Filsafat India
India' adalah suatu wilayah yang dibatasi pegunungan yang terjal. Tidak ada jalan lain kecuali melalui lintasan Kaibar. Pada zaman kuno, daerah India sulit dimasuki oleh musuh sehingga pendu­duknya dapat menikmati kehidupan yang tenang dan banyak peluang untuk memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan kerohanian.
Filsafat India berkembang dan menjadi satu dengan agama se­hingga pemikiran filsafatnya bersifat religius dan tujuan akhirnya adalah mencari keselamatan akhirat.
Filsafat India terbagi menjadi lima zaman berik-ut ini.
a. ZamanWeda (1500-600 S:VI). Zaman ini diisi oleh peradaban bangsa Arya. Pada saat itu baru muncul benih pemikiran filsafat
'India sebagai anak benua di Asia Barat Daya, terpisah oleh bagian terbesar benua Asia oleh pegunungan Himalaya yang terkenal tinggi. Di sebelah Timur berbatasan de­ngan Burma dan Cina, di sebelah Utara berbatasan dengan Tibet clan Nepal, di sebelah Barat berbatasan dengan Pakistan. Peradaban tertua adalah peradaban Mohenyodaro (tahun 4000 - 2000 SM). Bangsa Arya masuk India pada tahun 1500 SM dari arah Barat Laut mengembangkan peradaban Brahman sebagai ajaran pokok Hinduisme.
yang berupa mantera-mantera, pujian keagamaan yang terdapat dalam sastra Brahmana dan Upanishad.
b. Zaman Wiracarita (600-200 SM). Zaman ini diisi oleh perkem­bangan sistem pemikiran filsafat yang berupa Upanishad. Ide pemikiran filsafat tersebut muncul berupa tulisan-tulisan tentang kepahlawanan dan tentang hubungan antara manusia dengan dewa.
c. Zaman Sastra Sutra (200 SM - 1400 M). Zaman ini diisi oleh semakin banyaknya bahan-bahan pemikiran filsafat (sutra), ditandai dengan lahirnya tokoh-tokoh seperti Sankara, Ramanuja, Madhwa, dan lainnya.
d. Zaman kemunduran (1400 - 1800 M). Zaman ini diisi oleh pe­mikiran filsafat yang mandul karena para ahli pikir hanya me­nirukan pemikiran filsafat yang lampau. Timbulnya keadaan ini disebabkan oleh pertemuan antara kebudayaan Barat dengan pemikiran India sehingga menimbulkan reaksi hebat dari para pemikir India.
e. Zaman Pembaharuan (1800 - 1950 M). Zaman ini diisi oleh kebangkitan pemikiran filsafat India. Pelopornya adalah Ram Mohan Ray, seorang pembaru yang mendapatkan pendidikan di Barat.

Zaman Weda (1500 - 600 SM)
Dikatakan zaman Weda karena sumber benih pemikiran filsafat berasal dari kitab-kitab Weda (Rig Weda, Sama Weda, Yajur Weda, dan Atharwa Weda). Benih pemikiran filsafat tersebut dalam mantera "di atas air samudera mengapung telor dunia, kemudian pecah menjadi wismakarman sebagai anak pertama alam semesta." "Dunia tersusun menjadi tiga bagian, yaitu surga, bumi, dan langit, di mana ketiga bagian tersebut mempunyai dewa sendiri-sendiri." "Jiwa manusia
tidak dapat mati." "Mereka yang masuk surga adalah orang-orang yang soleh dan hidup baik."
Orang-orang Arya menyembah pada dewa-dewa seperti mata­hari, bulan, bintang dan lainnya. Dewa secara harfiah berarti terang, karena itu pengertian dewa adalah benda yang terang yang dianggap sebagai kekuatan alam yang mempunyai person. Dewa Indra diang­gap sebagai dewa nasional, karena Dewa Indra berarti bangsa Dasyu. Dewa lain yang dianggap penting adalah Dewa Waruna, yaitu dewa yang menguasai alam semesta, yang sekaligus sebagai dewa moral dan dewa segala dewa.
Dalam sastra Brahman disebutkan bahwa ketika bangsa Arya telah menetap di lembah Gangga, benih pemikiran filsafat berupa "korban". Korban ini dianggap penting dalam kehidupan manusia, yang dipersembahkan kepada imam. Misalnya, korban diadakan agar matahari tetap bersinar sehingga dengan adanya korban ini kehidupan masyarakat bersifat ritualistis.
Pada tahun 700 SM benih pemikiran filsafat pembahasannya lebih mendalam lagi, bersumber pada sastra Upanishad. Keadaan yang demikian ini muncul tatkala kaum Ksatria memberontak kepada kaum Brahman. Pemberontakan ini karena ajaran Upanishad banyak yang diselewengkan. Kedalaman pemikiran filsafat terbukti dari anggapan dahulu (zaman Brahman), Dewa Brahman hanya dianggap sebagai asas pertama alam semesta. Namun, sekarang (zaman Upa­nishad) Dewa Brahman dianggap sebagai dewa yang transenden dan immanen. Juga, Dewa Brahman dianggap berada dalam alam semesta dan diri manusia, yang terjelma berupa unsur api.

Zaman Wiracarita (600 SM- 200 M)
Sebagai latar belakang zaman ini adanya krisis politik, keme­rosotan moral atau kepercayaan terhadap para dewa, akibat dari kaum penjajah (pendatang). Kemudian banyak orang mencari ketenangan, dan muncullah para ahli pikir untuk menuangkan pemikirannya, se­hingga terjadilah pertentangan antarpemikiran. Timbullah aliran yang bertuhan (Baghawadgita), aliran yang tidak bertuhan (Jainisme dan Buddhisme), juga aliran yang spekulatif (Saddarcana).
Jainisme timbul sebagai reaksi zaman Brahman. Pelopornya adalah Wardhamana (abad ke-6 SM). Sementara itu, Buddhisme (yang dicerahi) merupakan sebutan untuk tokoh rohani yang menjelma pada seseorang. Jelmaan terakhir Buddhisme adalah Sidharta, yang lahir tahun 567 SM di Kapilawastu.
Baghawadgita adalah sebuah kitab yang ditulis pada abad ke-3 SM, pusat penyebarannya di Gangga Barat. Isi kitabnya adalah uraian ajaran Kresna pada Arjuna tentang bhakti (penyerahan diri).

Zaman Sastra Sutra (200 - sekarang)
Zaman ini juga disebut zaman Skolastik. Kitab yang muncul pertama kali adalah kitab Wedangga yang uraiannya berbentuk prosa, disusun secara singkat agar mudah dihafal atau diamalkan. Juga tim­bul sutra-sutra yang bertentangan dengan Weda, dan sutra tersebut dijadikan sumber pemikiran filsafat.
Sistem Filsafat India, terbagi menjadi enam sistem berikut.
a. Nyala, yaitu membicarakan bagian umum dan metode yang di­pakai dalam penyelidikan, yaitu metode kritis. Sistem ini juga digunakan untuk mencari hal yang benar dari ayat-ayat Weda, penulisnya Gautama (abad ke-4 SIvI).
b. Waisesika, yaitu kitab yang bersumber pada Waisesika Sutra. Sistem pemikirannya bersifat metafisik. Ajaran pokoknya mem­bicarakan tentang dharma yaitu uraian tentang kesejahteraan dunia clan memberikan pelepasan. Ajaran yang pokok lainnya
adalah tentang padharta, yaitu membicarakan kategori yang ada: substansi, kualitas, aktivitas, sifat umum, sifat perseorangan, pelekatan, dan ketidakadaan. Penulisnya adalah Khanada.
c. Sakha, artinya pemantulan. Aliran ini mengemukakan bahwa untuk merealisasikan kenyataan akhir filsafat diperlukan penge­tahuan. Pokok ajarannya, terdapat dua zat asasi yang bersama­sama membentuk realitas dunia, yaitu roh dan benda (purusa dan prakerti). Pendirinya adalah Sakha Kapila (abad ke-5 SM).
d. Yoga, yaitu suatu cara untuk mengawasi pikiran, agar kesadaran yang biasa menjadi luar biasa. Pendirinya Patanjali.
e. Purwa Wimansa, yaitu sistem inilah yang benar-benar mendasar­kan pada kitab Weda. Sistem ini dimaksudkan untuk penyelidikan sistematis pada bagian pertama Weda. Pokok ajarannya, mene­gakkan wibawa kitab Weda dan menunjukkan bahwa kitab Weda berisi upacara ritual.
f. Wedanta yaitu suatu sistem yang membicarakan bagian kitab Weda (yang terakhir). Kitab ini merupakan suatu kesimpulan kitab Weda. Sistem Wedanta ini bersamaan dengan zaman Sutra (= zaman Skolastik) yang ditandai dengan munculnya tokoh­tokoh Sankara, Ramanuja, Madhwa. Mereka ini telah berhasil menyusun kembali ajaran kuno yang dapat memberikan peluang dalam perkembangan pemikiran filsafat India.
Tokoh-tokoh tersebut di atas mengemukakan ajaran sebagai berikut.
1. Sankara (788 - 820) merupakan pengajar aliran Adwaita. Pokok ajarannya adalah bahwa "Brahman adalah nyata. Jiwa perorangan adalah Brahman. Brahman tidak rangkap. Dunia itu tidak nyata. Jiwa tidak berbeda dengan Brahman."
2. Ramanuja (1017 - 1137), ia berupaya mempersatukan agama Wisnu dengan Wedanta. Sumber ajarannya Wisista Waita (kitab Upanishad). Menurutnya, terdapat tiga kenyataan yang tertinggi: Tuhan (Iswara), jiwa (cit), dan benda (acit) Hanya Tuhanlah kenyataan yang bebas.
3. Madwa (1199 - 1278), ia sangat berpengaruh di India Barat. Ibkok ajarannya, "ada", merupakan kenyataan yang jamak (dualisme). Segala sesuatu di dunia ini beraneka ragam. Terdapat lima per­bedaan, yaitu antara Tuhan dan jiwa; antara jiwa (yang satu) dan jiwa (yang lain); antara Tuhan dan benda; antara jiwa dan benda; antara benda (yang satu) clan benda (yang lain).

Filsafat India pada Akhir Abad ke-20
Mulai abad ke-7 sampai abad ke-14, karena jasa Sankara, ajaran Wedanta mendominasi pemikiran filsafat India. Akan tetapi, setelah abad ke-14 pemikiran filsafat mengalami kemunduran hingga abad ke-18. Kemunduran ini sebenarnya telah muncul mulai abad ke-12 saat kedatangan agama Islam di India. Tokohnya Kabir (1440 - 1518);' yang berupaya untuk menyingkirkan unsur-unsur yang melemahkan perjuangan Islam dan mencoba membuat suatu sintesis antara Islam dengan Hindu. Kemudian, diteruskan oleh anaknya Nanak (1469 -...)3 yang mempunyai sifat lebih ekstrem.
Setelah abad ke-19, pemikiran filsafat India bangkit berkat sen­tuhan kebudayaan Barat. Pelopornya adalah Ram Mohan Ray (1777 - 1833). la seorang Hindu yang memperoleh pendidikan Barat. Gerak­annya disebut Brahma Samaj, yang mempunyai sikap keras terhadap Kristen. Penggantinya Rabindranath Tagore (1861 - 1941), seorang
zIa seorang mistikus (ahli tasawuf) dan penyair India. Lahir di Benares, anak tukang tenun. Pada mulanya penganut Vaishnava, kemudian pembaharu Ramananda, dan menjadi pimpinan yang menolak kasta serta menyerukan kesatuan semua agama. la disembah orang Islam clan orang Hindu. FEranannya yang sangat penting memberikan ilham kepada pendiri agama Shikh, Nanak.
'Guru pertama yang mengajarkan bahwa hanya ada satu Tuhan yang ada, dan menentang adanya sistem kasta. Lihat Pringgodigdo,(Ed.), op. cit., hlm. 513 dan 1015.
Bab Empat: Pemikiran Filsafat di Timur            91
pujangga, ahli filsafat, clan pendidik India, kemudian disusul Kesab Chandra Sen (1838 - 1884), akhirnya Brahman Samaj pecah karena terpengaruh Kristen.
Tahun 1875 muncul gerakan pembaru pemikiran filsafat India, yaitu Arya Samaj sebagai pendirinya Awami D. Saraswati (1824 - 1884). Gerakan ini bertujuan untuk mengadakan pembaruan terhadap agama Hindu dan mencari sintesis yang kuno dengan yang baru, antara Barat dan Timur. Seorang pembaharu yang lain adalah Sri Ramakresna (1834 - 1886), ia seorang imam kuil di Calcutta. Ajaran­nya berpangkal pada bermacam-macam kepercayaan yang ada, yang sebenarnya menuju pada satu tujuan perealisasian Tuhan.
Seorang pembaru lain adalah Mahatma Gandhi (1869 - 1948). Ajarannya, untuk mencari kemenangan harus dengan Satyagraha (kekuatan kebenaran). Artinya, orang harus memegang teguh kebe­naran walaupun pada saat-saat membahayakan. Kejahatan harus dilawan dengan kebaikan. Ajarannya itu diberikan karena ia terjun di dunia politik.
Terdapat dua orang pembaru, yaitu Sri Aurobindo (1872-1950), dan Sri Rama Maharsi (1870- 1950).`
B. Filsafat Tiongkok
Filsafat Tiongkok dapat dikatakan hidup di dalam kebudayaan Tiongkok. Hal ini disebabkan, karena pemikiran filsafat selalu di­berikan dalam setiap jenjang pendidikan dari sejak pendidikan dasar (anak) sampai pendidikan tinggi.
'Dirangkum dari Hatun Harun Hadiwijono, Sari Filsafat India, BPK, Jakarta, 1971; Lasiyo dan Yuwono, Pengantar iimu Filsafat. Liberty,Yogyakarta, 1984; Epping, et. al., op. cit.; dan Poedjawijatna, op. cit.
Terdapat empat buah buku yang dianggap sebagai kitab suci rakyat Tiongkok, yaitu:
a. Analecta Confucius;
b. Karangan-karangan Mencius;
c.     Ilmu Tinggi (The Great Learning);
d. Ajaran Tentang Jalan Tengah (Doctrine of the Mean).
Menurut Fung Yu Lan, seorang ahli sejarah Tiongkok, di Tiongkok terdapat tiga agama, yaitu Confucianisme, Taoisme, dan Buddhisme. Dikemukakan lagi bahwa dalam kehidupan rakyat Tiongkok kegiatan keagamaan tidaklah dianggap penting, yang penting adalah etika ter­utama dari Confucius.
Menurut rakyat Tiongkok, fungsi filsafat dalam kehidupan ma­nusia adalah untuk mempertinggi tingkat rohani. Artinya, rohani manusia diharapkan dapat menjulang tinggi untuk meraih nilai-nilai yang lebih tinggi daripada nilai-nilai moral. Menurut Mencius, "orang bijaksana adalah sebagai puncak hubungan antarmanusia.
Dari sudut moral, orang yang arif bijaksana adalah manusia yang paling sempurna di dalam suatu masyarakat. Menurut kebiasaan masyarakat Tiongkok kewajiban (bukan hak) memungkinkan ma­nusia untuk memperoleh watak yang digambarkan sebagai orang arif bijaksana. Mempelajari filsafat agar orang dapat berkembang menjadi "manusia" dan supaya tidak menjadi "orang macam terten­tu". Artinya, apabila orang mempelajari "bukan filsafat", memung­
kinkan orang untuk berkembang menjadi orang macam tertentu (some special kind of man).
1. Latar Belakang Filsafat Tiongkok
Banyak aspek yang melatarbelakangi pemikiran filsafat Tiongkok, seperti aspek-aspek geografis, ekonomi, sikap terhadap alam, sistem
Bab Empat: Pemikiran Filsafat di Timur            93
kekerabatan dan lainnya. Tiongkok5 adalah suatu negeri daratan (con­tinental) yang luas sekali, tidak pernah melihat lautan. Berbeda dengan Yunani yang merupakan negeri maritim, rakyatnya mengandalkan pertanian. Sebagai negeri agraris yang selalu mengandalkan potensi atau hasil tanahnya. Hal ini dibuktikan bahwa keunggulan kerajaan Tiongkok kuno ditentukan oleh keahlian bertani dan berperang, seperti kerajaan Chin pada abad ke-4 SM, yang untuk pertama kalinya dapat mempersatukan daratan Tiongkok.
Dalam tradisi Tiongkok, jenis pekerjaan yang mendapat tempat terhormat adalah menuntut ilmu (belajar) dan mengolah tanah (ber­tani). Jenis pekerjaan ini akan memengaruhi sikap mereka terhadap alam dan pandangan hidupnya. Para petani mempunyai sifat khusus "kesederhanaan", dan mereka selalu menerima dan mematuhi perin­tah. Mereka pun tidak pernah mementingkan dirinya sendiri. Sifat­sifat yang demikian inilah yang menjelma dalam sikap hidupnya.
Akar atau sumber alam pikiran rakyat Tiongkok adalah Taoisme dan Confucianisme. Taoisme adalah pandangan hidup yang menitik­beratkan pada hal-hal yang sifatnya naturalistik yang berada dalam diri manusia. Sementara itu, Confucianisme adalah suatu pandangan hidup yang menitikberatkan pada organisasi sosial dan menekankan kepada tanggung jawab manusia terhadap masyarakat. Sebagai contoh:
fajar telah menyingsing;
jangan sekali-kali berlebih-lebihan;
bilamana matahari telah mencapai puncaknya; maka turunlah ia;
dan bilamana bulan sudah purnama;
5Tiongkok (Cina) suatu negeri luas di Asia Timur, di Timur Laut berbatasan de­ngan Uni Soviet (sekarang Rusia) dan Korea, di sebelah Rusia dan Mongolia, sebelah Barat Daya India, sebelah Selatan Birma (Myanmar) dan Indocina. lknguasa pertama kali adalah dinasti Shang (1523 - 1027 SM).
-      maka mengecillah ia.
Dalam bidang kesenian, rakyat Tiongkok menganggap bahwa kesenian merupakan alat untuk pendidikan moral. Terbukti adanya lukisan-lukisan Tiongkok yang tergolong kelas utama, selalu meng­gambarkan pemandangan-pemandangan clan bunga-bungaan, pohon­pohonan, atau orang yang sedang duduk di pinggir sungai atau gunung.
Keadaan rakyat Tiongkok yang agraris ini berpengaruh pada metode filsafatnya. Terdapat dua macam konsep, yaitu metode yang dicapai lewat intuisi dan lewat hipotesis. Bahasa yang digunakan da­lam pemikiran filsafat adalah sugestif, artinya isi pemikirannya tidak tegas, hanya mengandung saran-saran.
2. Sentuhan dengan Filsafat Barat
Orang Barat menamakan Tiongkok sebagai negeri Timur Jauh. Sebaliknya orang Tiongkok menganggap kebudayaan lain adalah salah atau tidak setinggi dengan kebudayaan yang dimilikinya. Semua orang asing disebutnya orang Barbar sehingga menimbulkan rasa nasionalismenya sangat tinggi.
Pada akhir Dinasti Ming (abad ke-14), banyak pelajar Tiongkok yang mengagumi matematika dan astronomi, yang dibawa dari Barat oleh kaum misionaris Kristen sehingga banyak pelajar yang masuk menjadi misionaris.
Pada abad ke-19, karena keunggulan militer, industri, dan perdagangan barat, kebetulan bersamaan dengan krisis politik dalam negeri, timbullah sengketa antara Tiongkok dengan orang misionaris. Akibatnya, muncul gerakan untuk kembali kepada ajaran Confusius. Pelopornya adalah K'ang Yu Mei (1858 - 1927). Setelah terjadi per­golakan, ia melarikan diri ke luar negeri.
Pada abad ke-20 perkembangan kaum Kristen semakin pesat karena didorong oleh masuknya ilmu pengetahuan modern. Mem­
Bab Empat: Pemikiran Filsafat di Timur            95
pengaruhi jatuhnya Dinasti Ming, clan diganti dengan sistem peme­rintah republik (tahun 1912).
Yen Fu (1853 -1920)
Yen Fu (1853 - 1920) oleh penguasa Tiongkok dikirim untuk belajar ilmu perkapalan ke Inggris. Banyak ilmu yang didapatkannya, termasuk literatur-literatur tentang humaniora, kemudian banyak yang diterjemahkan ke dalam bahasa Tiongkok (Cina).
Pada tahun 1919 John Dewey dan Bertrand Russell diundang ke Tiongkok untuk memberikan ceramahnya di Universitas Peking (Beijing), sekaligus memberikan pandangan intelektualnya. Hal ini diharapkan dapat disumbangkan (sebagai sumbangan barat) ter­hadap pemikiran filsafat Tiongkok. Sumbangan tersebut berupa me­tode analisis yang berdasarkan logika (metode positif). Metode positif tersebut akan dapat memberikan cara berpikir yang baru terhadap pemikiran filsafat.
Sampai sekarang, sentuhan Barat yang telah membekas adalah adanya studi filsafat Tiongkok.

3. Aliran-aliran Pemikiran Filsafat di Tiongkok
Di Tiongkok terdapat dua aliran yang mendominasi pemikiran rakyatnya, yaitu Confusianisme clan Taoisme.
Confusianisme
Confusianisme dipelopori oleh K'ung Fu Tzu (551-479 SM), lahir di Shantung. Riwayat hidupnya dapat diketahui lewat penuturan sebuah buku Lun-Yu (pembicaraan). Ia keturunan bangsawan miskin. Umur 22 tahun mendirikan sekolah. Umur 51 tahun menjadi guber­nur di Tsyung, kemudian diangkat menjadi menteri kehakiman. Umur 73 tahun mendirikan mazhab sampai ia meninggal dunia. la dianggap sebagai guru kesusilaan bangsa Cina.
Pemikirannya, suatu hal yang dipentingkan oleh Kung Fu Tze adalah ritual dan harus menguasai aspek keagamaan clan sosial. la mengatakan, bahwa hendaknya raja tetap raja, hamba tetap hamba, ayah tetap ayah, anak tetap anak. Apabila sikap setiap orang sesuai dengan statusnya, maka akan labir kesadaran akan "hak, dan kewa­jiban". Sistem kekerabatan harus didasarkan pada span, yaitu suatu perasaan keterikatan terhadap orang-orang yang menurunkannya. Aspek inilah yang menjadikan budaya Tiongkok tetap terwariskan.
Taoisme
Pendiri Taoisme adalah Lao Tze lahir tahun 604 SM. Riwayat hidupnya hanya sedikit saja diketahui, tetapi ajarannya berpengaruh besar dalam masyarakat Tiongkok. Dalam arti yang luas, Tao berarti jalan yang dilalui kejadian-kejadian alam dengan daya cita yang timbul dengan sendirinya ditambah selingan-selingan yang teratur. Misalnya, siang dan malam. Semua orang yang mengikuti Tao harus melepaskan semua usa­ha. Tujuan tertinggi adalah meloloskan diri dari khayalan keinginan dengan renungan secara gaib.
Pemikirannya, orang hendaknya memberikan kasih sayangnya tidak hanya terbatas pada para anggota keluarganya saja, tetapi harus kepada seluruh anggota keluarga yang lain. Peperangan dan upacara ritual dengan pengeluaran biaya tinggi yang akan merugikan rakyat merupakan suatu yang bertentangan dengan dasar kecintaan manusia sehingga harus dicela. Kalau kita sayang kepada orang lain, orang lain juga akan sayang kepada kita, dan kita tidak perlu takut akan kejahatan orang lain.'
6Dirangkum dari Paul, op.cit,; clan Fung Yu Lan, Sejarah Pendek Filsafat Tiongkok, terj. Poedjiutomo, t. pen., Yogyakarta, 1960.
C. Filsafat Islam
Islam dengan kebudayaannya telah berjalan selama 15 abad. Dalam perjalanan yang demikian panjang terdapat 5 abad perjalanan yang menakjubkan dalam kegiatan pemikiran filsafat, yaitu antara abad ke-7 hingga abad ke-12. Dalam kurun waktu lima abad itu para ahli pikir Islam merenungkan kedudukan manusia di dalam hubung­annya dengan sesama, dengan alam, dan dengan Tuhan, dengan meng­gunakan akal pikirnya. Mereka berpikir secara sistematis dan analitis serta kritis sehingga lahirlah para filsuf Islam yang mempunyai ke­mampuan tinggi karena kebijaksanaannya.
Dalam kegiatan pemikiran filsafat tersebut, terdapat dua macam (kekuatan) pemikiran berikut.
a. Para ahli pikir Islam berusaha menyusun sebuah sistem yang disesuaikan dengan ajaran Islam.
b. Para ulama menggunakan metode rasional dalam menyelesaikan soal-soal ketauhidan.
Para ahli pikir Islam dan para ulama tersebut menggunakan instrumen atau alat filsafat untuk membela clan membentengi tau­hidnya. Para ahli pikir mencoba memberikan suatu kesimpulan yang tidak bertentangan dengan dasar ketauhidan.
Dari sekian banyak ulama Islam ada, yang berkeberatan terhadap pemikiran filsafat Islam (pemikiran filsafat yang berdasarkan ajaran Islam), tetapi ada juga yang menyetujuinya.
Ulama yang berkeberatan terhadap pemikiran filsafat (golongan salaf) berpendapat bahwa "adanya pemikiran filsafat dianggapnya sebagai bid'ah dan menyesatkan. Alquran tidak untuk diperdebatkan, dipikirkan, clan ditakwilkan menurut akal pikir manusia, tetapi Al­quran untuk diamalkan sehingga dapat dijadikan tuntunan hidup di dunia dan di akhirat."
Ulama yang tidak berkeberatan terhadap pemikiran filsafat (yang mempunyai pendapat bahwa filsafat itu penting) berpendapat bahwa "pemikiran filsafat sangat membantu dalam menjelaskan isi clan kandungan Alquran dengan penjelasan yang dapat diterima oleh akal pikir manusia. Di dalam Alquran terdapat ayat-ayat yang mene­kankan pentingnya manusia untuk berpikir tentang dirinya sendiri, tentang alam semesta untuk mengimani Tuhan Sang Pencipta."

1. Beberapa Perbedaan yang Mendorong Aliran Pemikiran Filsafat Timbul
Timbulnya aliran pemikiran filsafat didorong oleh beberapa per­bedaan:
a. persoalan tentang Zat Tuhan yang tidak dapat diraba, dirasa, dan dipikirkan;
b. perbedaan cara berpikir;
c.     perbedaan orientasi dan tujuan hidup;
d. perasaan "asabiyah", keyakinan yang buta atas dasar suatu pen­dirian walaupun diyakini tidak benar lagi.

2. Lahirnya Filsafat Islam
Setelah Kaisar Yustianus menutup akademi Neoplatonisme di Athena, beberapa guru besar hijrah ke Kresipon tahun 527, yang kemudian disambut oleh Kaisar Khusraw tahun 529. Setelah itu di tempat yang baru mengadakan kegiatan mengajar filsafat, mereka dalam waktu 20 tahun di samping mengajarkan filsafat, juga mem­pengaruhi lahirnya lembaga-lembaga yang mengajarkan filsafat seperti di Alexandria, Anthipia, Beirut.
Sifat khas orang-orang Arab saat itu yang hidup mengembara (kafilah) bergeser pada proses urbanisasi, kemudian diikuti pudarnya
Bab Empat: Pemikiran Filsafat di Timur            99
dasar kehidupan asli yang terpendam dalam jiwa Arab. Dahulu orang Arab mengutamakan kejantanan dalam menghadapi hidup yang serba keras, karena terpengaruh keadaan geografis (luasnya padang pasir). Setelah proses urbanisasi, mereka terikat oleh birokrasi dan mengalami krisis identitas dalam bidang sosial dan agama (dari pola mengembara ke pola ketertiban).
Setelah mendapatkan kemapanan, mereka mengalami proses akulturasi penguasaan ilmu. Maka mulailah mengadakan kontak inte­lektual yang pada saat itu tersedia warisan pemikiran Yunani.
Proses akulturasi tersebut terjadi lewat dua jalur, yaitu Via Diffusa (kontak pergaulan sehari-hari) clan Via Bruditorum (kehendak mencari karya-karya Yunani).
Proses akulturasi ini mencapai puncaknya dengan didirikannya lembaga-lembaga pengajaran, penterjemahan, clan perpustakaan. Misalnya, tahun 833 Khalifah Al-Ma'mun (Bagdad) mendirikan Bait Al-Hikmah, tahun 972 Khalifah Hakam (Qahirah) mendirikan Jami'at al-Azhar. Pusat-pusat ilmu pengetahuan tersebut didirikan di Kufah, Fustat, Basrah, Samarrah, dan Nishapur. Kenyataan inilah yang mem­buktikan bahwa filsafat Yunani berperan sebagai alat integrasi social baru.

3. Pembagian Aliran Pemikiran Filsafat Islam
Pembagian ini berdasarkan pada hubungan dengan sistem pemi­kiran Yunani, sebagai berikut.
a. Periode Mu'tazilah. Periode ini berlangsung mulai abad ke-8 sam­pai abad ke-12, yang merupakan sebuah teologi rasional yang berkembang di Bagdad dan Basrah. Golongan ini memisahkan diri dari Jumhur 'ulama' yang dikatakan menyeleweng dari ajaran
Islam.
b. Periode Filsafat pertama. Periode ini berlangsung mulai dari abad ke-8 sampai dengan abad ke-11, memakai sistem pemikiran yang dipakai para ahli pikir Islam yang bersandar pada pemikiran Hellenisme, seperti Al-Kindi, Al-Razi, Al-Farabi, clan Ibnu Sina.
c. Periode Kalam Asy'ari. Periode ini berlangsung mulai abad ke-9 sampai abad ke-11, pusatnya di Bagdad. Aliran pemikiran ini mengacu pada sistem Elia (Atomistis). Sistem ini mempunyai dominasi besar, sejajar dengan Sunnisme dan Ahli Sunnah wal Jamaah.
d. Periode Filsafat kedua. Periode ini berlangsung mulai abad ke-11 sampai abad ke-12, yang berkembang di Spanyol clan Magrib. Aliran ini mengacu pada sistem peripatetis. Tokohnya Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, dan Ibnu Rusyd.'
Dalam periode Mutakallimin (700-900), muncul mazhab-mazhab al-Khawaril, Murji'ah, Qadariyyah, Jabariyyah, Mu'tazilah, Ahli Sunnah wal Jama'ah.

AI-Khawarij
Pada mulanya kaum al-Khawarij ini timbul karena soal politik, kemudian berubah menjadi soal dogmatik-teologis. Mereka menuduh Khalifah Ali bin Abi Talib lebih percaya pada putusan manusia dan mengenyampingkan putusan Allah. Karena itu Khalifah Ali diang­gap bukan Muslim lagi, maka kafirlah ia. Pendapat tersebut kemu­dian menjadi pendapat umum kaum khawarij, yaitu "setiap umat Muhammad yang berdosa besar hingga matinya belum bertobat, maka orang tersebut hukumnya mati kafir dan kekal dalam neraka".
Sejak masa al-Khawarij itu mulailah pemikiran kritis di kalangan umat Islam tentang apakah Islam itu. Untuk menjadi seorang Muslim
'Anton Bakker, Sejarah Filsafat dalam Islam, Kanisius, Yogyakarta, 1978, him 68.
Bab Empat: Pemikiran Filsafat di Timur           101
apakah harus berdasar keyakinan saja clan apakah keyakinan sese­orang dapat dianggap hilang hanya dengan melihat lahirnya.

Murji'ah
Munculnya mazhab Murji'ah ini juga sama seperti al-Khawarij, yaitu tatkala ibukota kerajaan Islam pindah ke Damsyik (Damaskus) sebagai pangkal sebab-sebab politik. Banyak tuduhan terhadap Kha­lifah Bani Umayyah dianggap oleh umat Islam mengesampingkan ajaran Islam karena perilaku para Khalifah tersebut lain sekali dengan perilaku Khulafa ar-Rasyidin yang empat. Mereka dianggap tidak berhak untuk menjadi khalifah karena sangat kejamnya. Karena ke­kuasaannya sangat besar, umat Islam tidak dapat berbuat apa-apa. Muncul persoalan "bolehkah umat Islam diam saja dan wajib taat kepada Khalifah yang bertindak kejam clan berdosa?" Kemudian, kaum Murji'ah menjawab bahwa seorang Muslim boleh saja bersalat di be­lakang imam yang baik ataupun imam yang tidak baik (jahat).

Qadariyyah
Mazhab ini dipelopori oleh Ma'bad A1 Juhani Al-Basri, di Irak dalam pemerintahan Khalifah Abdul Malk bin Marwan (685 - 705).
Munculnya mazhab ini dianggap juga sebagai sarana untuk me­nentang politik Bani Umayyah yang kejam. Mazhab ini dengan cepat mendapatkan penganut yang banyak, sehingga Khalifah mengambil tindakan yang keras, dengan alasan apabila tidak ditindak maka akan sangat berbahaya bagi kepercayaan umat Islam waktu itu. Banyak yang dihukum mati, dan akhirnya mazhab tersebut tidak terlihat lagi.

Jabariyyah
Mazhab ini muncul bersamaan dengan munculnya mazhab Qa­dariyyah. Jabariyyah ini munculnya di Khurasah, Persia. Pelopornya, AI-Jahm bin Safwan.
Pendapatnya yang terkenal adalah "hanya Allah-lah yang menen­tukan dan memutuskan segala amal perbuatan manusia".
Mu'tazilah
Mazhab ini muncul pada masa Bani Umayah (Khalifah Hisyam): Mu'tazilah berarti pemisahan diri, dari Hasan Al-Basri oleh Wasil bin Ata yang dianggap sebagai pendirinya. Pemisahan diri dari gurunya itu bermula dari perbedaan pendapat. Wasil bin Ata berpendapat bahwa seorang Muslim yang berdosa besar tidak mukmin dan tidak kafir, tetapi di antara keduanya. Karena berbeda pendapat dengan gurunya itu, ia kemudian mengasingkan diri dan melanjutkan teori­teorinya secara filsafati. Menurutnya, agama itu berakar pada dua pokok, yaitu Alquran dan akal manusia. Bagi mereka, akal merupakan sumber pengetahuan.
Keberadaan Mu'tazilah penting artinya karena apabila Mu'ta­zilah tidak lahir, tidak akan lahir pula Ilmu Kalam dan Filsafat Islam. Orientasi ajaran Mu'tazilah adalah dalam menetapkan hukum pema­kaian akal pikir didahulukan. Kemudian baru diselaraskan dengan Alquran dan Alhadis. Menurut mereka, Alquran dan al-Hadis tidak mungkin bertentangan dengan akal pikir.
Terdapat sebuah penilaian bahwa Mu'tazilah merupakan suatu kegiatan besar untuk memasukkan Islam ke dalam orbit internasional. Sampai kini mazhab Mu'tazilah memungkinkan dapat memberikan inspirasi dan keberanian berpikir. Dr. Ahmad Amin mengatakan hal berikut ini.
"Menurut hemat kami penghancuran Mu'tazilah merupa­kan malapetaka terbesar yang pernah dialami ummat Islam,
itulah suatu maksiat yang dilakukan oleh Islam melawan Islam sendiri.
Dalam periode filsafat Islam, apabila dilihat dari sejarah per­adaban manusia, periode filsafat Islam ini dianggap sebagai lanjutan dari periode filsafat Yunani Klasik (Plato, Aristoteles), dan Plotinus karena pendapat-pendapat para filosof Islam, seperti Al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd.
Berikut ini pembagian aliran pemikiran filsafat Islam yang ber­dasar pada hubungannya dengan sistem pemikiran Yunani (ada empat), yaitu periode Mu'tazilah, periode Filsafat Pertama, periode Kalam Asy'ari, periode Kedua.

a. Periode Mu'tazilah
Telah diterangkan di muka, bahwa Mu'tazilah merupakan mazhab atau aliran di Bagdad dan Basrah. Keberadaan Mu'tazilah ini sangat penting artinya dalam pemikiran filsafat Islam. Karena terlihat orientasi pemikirannya dalam menetapkan hukum, pemakaian akal pikir di­dahulukan, kemudian baru diselaraskan dengan Alquran dan Alhadis. Menurut mereka, Alquran clan Alhadis tidak mungkin bertentangan dengan akal pikir.

Periode Filsafat Pertama
Terdapat dua bagian dalam periode filsafat pertama, yaitu per­tama, bercorak Neoplatonic yang berkembang di Irak, Iran, dan Turkestan; kedua bercorak peripatetis yang berkembang di Spanyol dan Magrib (Maroko).
Sebagai upaya pendahuluannya adalah diadakan pengumpulan naskah-naskah filsafat Yunani, kemudian diterjemahkan. Hampir seluruh karya Plato dan Aristoteles dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Arab (abad ke-9). Orang yang banyak menerjemahkan adalah Al-Kindi clan Ibnu Sina.
AI-Kindi (800-870), dialah satu-satunya orang Arab ash yang menjadi filsuf (ahli pikir). la berhasil menerjemahkan kurang lebih 260 buah buku Yunani, juga berhasil mengarang lebih dari 200 buah buku atau risalah. Orientasi pemikirannya adalah Mu'tazilah. Ketika aliran Mu'tazilah dilarang, sebagian bukunya hilang. Corak pemikirannya mengacu pada sistem Yunani yang bebas, diselingi dengan pemikirannya sendiri dan mengecam pemikiran yang tidak sesuai dengan ketauhidan.
Menurutnya, kegiatan manusia yang paling tinggi adalah filsafat yang merupakan pengetahuan yang benar, tentang hakikat segala yang ada sejauh mungkin bagi manusia.
Ibnu Sina (980-1037), dalam umur 18 tahun ia telah menjadi ahli dalam bidang filsafat, astronomi, fikih, matematika, biologi, ilmu bahasa dan lain-lainnya. Karya ilmiahnya berjumlah 267 buah buku dari berbagai bidang ilmu pengetahuan. la dianggap sebagai filosof yang hebat dalam sejarah Islam karena ia telah berhasil membuat sintesis filsafat yang lebih luas. Tahun 1150 banyak kayanya yang dibakar di Bagdad. la mendapatkan kritik yang tajam dari Al-Gazali. Thomas Aquinas (filsuf Kristen) memujinya sebagai ahli pikir besar, dan Thomas sendiri banyak mengutip dari karyanya.

c. Periode Kalam Asy'ari
Timbulnya aliran ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, yaitu: perlunya mempertahankan kemurnian tauhid, dari keragaman
sistem pemikiran dalam Islam;
- untuk menangkis hal-hal yang melemahkan tauhid dari serangan
luar;
terdapat gerakan yang membahayakan ketauhidan, misalnya
Al-Hallaj (858-922).
FILSAFAT MODERN
Tidak dapat dipungkiri, zaman filsafat modern telah dimulai. Secara historis, zaman modern dimulai sejak adanya krisis zaman pertengahan selama dua abad (abad ke-14 dan ke-15), yang ditandai dengan munculnya gerakan Renaissance.' Renaissance berarti kela­hiran kembali, yang mengacu kepada gerakan keagamaan dan kema­syarakatan yang bermula di Italia (pertengahan abad ke-14). Tujuan utamanya adalah merealisasikan kesempurnaan pandangan hidup Kristiani dengan mengaitkan filsafat Yunani dengan ajaran agama Kristen. Selain itu, juga dimaksudkan untuk mempersatukan kembali gereja yang terpecah-pecah.
Di samping itu, para humanis bermaksud meningkatkan suatu perkembangan yang harmonis dari keahlian-keahlian dan sifat-sifat alamiah manusia dengan mengupayakan kepustakaan yang baik dan mengikuti kultur klasik.
'Renaissance (kelahiran kembali) adalah istilah yang sering digunakan untuk menamakan gelombang-gelombang kebudayaan dan pemikiran di Eropa yang dimulai dari Italia (abad ke-14) dan kemudian meluas ke Prancis, Spanyol, Jerman, Belanda, Inggris dan ke negara-negara Eropa lainnya. Tokoh-tokoh pentingnya antara lain Leonardo Da Vinci, Michelangelo, dan Machiavelli.
Renaissance akan banyak memberikan segala aspek realitas. Perhatian yang sungguh-sungguh atas segala hal yang konkret dalam lingkup alam semesta, manusia, kehidupan masyarakat, dan sejarah. Pada masa itu pula terdapat upaya manusia untuk memberi tempat kepada akal yang mandiri. Akal diberi kepercayaan yang lebih besar karena adanya suatu keyakinan bahwa akal pasti dapat menerangkan segala macam persoalan yang diperlukan juga pemecahannya. Hal ini dibuktikan adanya perang terbuka terhadap kepercayaan yang dog­matis dan terhadap orang-orang yang enggan menggunakan akalnya.
Asumsi yang digunakan, semakin besar kekuasaan akal akan dapat diharapkan lahir "dunia baru" yang penghuninya (manusia­manusianya) dapat merasa puas atas dasar kepemimpinan akal yang sehat.
Aliran yang menjadi pendahuluan ajaran filsafat modern ini di­dasarkan pada suatu kesadaran atas yang individual clan yang konkret.'­
Bermula dari William Ockham (1295-1349), yang mengetengah­kan Via Moderna (jalan modern) dan Via Antiqua (jalan kuno). Aki­batnya, manusia didewa-dewakan, manusia tidak lagi memusatkan pikirannya kepada Tuhan dan surga. Akibatnya, terjadi perkembangan ilmu pengetahuan secara pesat dan membuahkan sesuatu yang mengagumkan.3 Di sisi lain, nilai filsafat merosot karena dianggap ketinggalan zaman.
Dalam era filsafat modern, yang kemudian dilanjutkan dengan era filsafat abad ke-20, muncullah berbagai aliran pemikiran: Rasio­
'Poedjawijatna, op. cit., hlm. 106.
3Munculnya Renaissance telah membawa hidupnya kembali ilmu pengetahuan, dan banyak perubahan sosial dan kultural, inilah oleh para sejarawan dianggapnya sebagai awal zaman modern. Terdapat dua perkembangan yang penting: (1) penjelajahan­penjelajahan geografis, dimulai dengan perjalanan Columbus (1492), Magellan (1519); dan (2) pemberontakan kaum Protestan melawan gereja Roma Katolik oleh tantangan Martin Luther terhadap wibawa Paus (1517). Lihat Smith, op. cit., hlm. 112.
Bab Lima: Filsafat Modern                               115
nalisme, Empirisme, Kritisisme, Idealisme, Positivisme, Evolusionis­me, Materialisme, Neo-Kantianisme, Pragmatisme, Filsafat Hidup, Fenomenologi, Eksistensialisme, dan Neo-Thomisme.
A. Rasionalisme
Setelah pemikiran Renaissance sampai pada penyempurnaan­nya, yaitu telah tercapainya kedewasaan pemikiran, maka terdapat keseragaman mengenai sumber pengetahuan yang secara alamiah dapat dipakai manusia, yaitu akal (rasio) dan pengalaman (empiri). Karena orang mempunyai kecenderungan untuk membentuk aliran berdasarkan salah satu di antara keduanya, maka kedua-duanya sama-sama membentuk aliran tersendiri yang saling bertentangan.
Rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650) yang disebut sebagai bapak filsafat modern. la ahli dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmu kedokteran. la menyatakan, bahwa ilmu pengeta­huan harus satu, tanpa bandingannya, harus disusun oleh satu orang, sebagai bangunan yang berdiri sendiri menurut satu metode yang umum. Yang harus dipandang sebagai hal yang benar adalah apa yang jelas dan terpilah-pilah (clear and distinctively). Ilmu pengetahuan harus mengikuti langkah ilmu pasti karena ilmu pasti dapat dijadikan model cara mengenal secara dinamis.
Rene Descartes yang mendirikan aliran rasionalisme berpen­dapat bahwa sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah akal. Hanya pengetahuan yang diperoleh lewat akallah yang memenuhi syarat yang dituntut oleh semua ilmu pengetahuan ilmiah. Dengan akal dapat diperoleh kebenaran dengan metode deduktif, seperti yang dicontohkan dalam ilmu pasti.
Latar belakang munculnya rasionalisme adalah keinginan untuk membebaskan diri dari segala pemikiran tradisional (skolastik), yang pernah diterima, tetapi ternyata tidak mampu menangani hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi. Apa yang ditanam Aristoteles dalam pemikiran saat itu juga masih dipengaruhi oleh khayalan-khayalan.
Descartes menginginkan cara yang baru dalam berpikir, maka diperlukan titik tolak pemikiran pasti yang dapat ditemukan dalam keragu-raguan, Cogito ergo sum (saya berpikir maka saya ada). Jelasnya, bertolak dari keraguan untuk mendapatkan kepastian.'
B. Empirisme
Sebagai tokohnya adalah Thomas Hobbes, John Locke, dan David Hume. Karena adanya kemajuan ilmu pengetahuan dapat dirasakan manfaatnya, pandangan orang terhadap filsafat mulai merosot. Hal ini terjadi karena filsafat dianggap tidak berguna lagi bagi kehidupan. Pada sisi lain, ilmu pengetahuan besar sekali manfaatnya bagi kehi­dupan. Kemudian beranggapan bahwa pengetahuan yang bermanfaat, pasti, dan benar hanya diperoleh lewat indra (empiri), dan empirilah satu-satunya sumber pengetahuan. Pemikiran tersebut lahir dengan nama empirisme.
Thomas Hobbes
la seorang ahli pikir Inggris lahir di Malmesbury. Pada usia 15 tahun ia pergi ke Oxford untuk belajar logika Skolastik dan fisika, yang ternyata gagal, karena ia tidak berminat sebab gurunya beraliran Aristotelian. Sumbangan yang besar sebagai ahli pikir adalah suatu sistem materialistis yang besar, termasuk juga perikehidupan organis clan rohaniah. Dalam bidang kenegaraan ia mengemukakan teori Kon­trak Sosial.
'Endang Daruni.
Dalam tulisannya, ia telah menyusun suatu sistem pemikiran yang berpangkal pada dasar-dasar empiris, di samping juga menerima metode dalam ilmu alam yang matematis.
Pendapatnya adalah bahwa ilmu filsafat adalah suatu ilmu pe­ngetahuan yang sifatnya umum. Menurutnya filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang akibat-akibat atau tentang gejala-gejala yang diperoleh dari sebabnya. Sasaran filsafat adalah fakta, yaitu untuk mencari sebab-sebabnya. Segala yang ada ditentukan oleh sebab, sedangkan prosesnya sesuai dengan hukum ilmu pasti/ilmu alam.
Namanya sangat terkenal karena teorinya tentang Kontrak Sosial, yaitu manusia mempunyai kecenderungan untuk mempertahankan diri. Apabila setiap orang mempunyai kecenderungan demikian, maka pertentangan, pertengkaran atau perang total tak dapat dihindari. Perang akan membuat kehidupan menjadi sengsara dan buruk. Bagai­mana manusia dapat menghindarinya. Maka diperlukan akal sehat, agar setiap orang mau melepaskan haknya untuk berbuat sekehen­daknya sendiri. Untuk itu, mereka harus bersatu membuat perjanjian untuk menaati/tunduk terhadap penguasa. Orang-orang yang diper­satukan disebut Commonwealth.

John Locke
la dilahirkan di Wrington, dekat Bristol, Inggris. Di samping sebagai seorang ahli hukum, ia juga menyukai filsafat dan teologi, mendalami ilmu kedokteran dan penelitian kimia. Dalam mencapai kebenaran, sampai seberapa jauh (bagaimana) manusia memakai kemampuannya.
Dalam penelitiannya ia memakai istilah sensation dan reflection. Sensation adalah suatu yang dapat berhubungan dengan dunia luar, tetapi manusia tidak dapat mengerti dan meraihnya. Sementara itu, reflection adalah pengenalan intuitif yang memberikan pengetahuan  kepada manusia, yang sifatnya lebih baik daripada sensation. Tiap­tiap pengetahuan yang diperoleh manusia terdiri dari sensation clan reflection. Walaupun demikian, manusia harus mendahulukan sensation. Mengapa demikian? Karena jiwa manusia di saat dilahirkan putih bersih (tabula rasa) yaitu jiwa itu kosong bagaikan kertas putih yang belum tertulisi. Tidak ada sesuatu dalam jiwa yang dibawa sejak lahir, melainkan pengalamanlah yang membentuk jiwa seseorang.5
C. Kritisisme
Aliran ini muncul abad ke-18. Suatu zaman baru di mana seorang ahli pikir yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dengan empirisme. Zaman baru ini disebut zaman Pencerahan (Aufhlarung). Zaman pencerahan ini muncul di mana manusia lahir dalam keadaan belum dewasa (dalam pemikiran filsa­fatnya). Akan tetapi, setelah Kant mengadakan penyelidikan (kritik) terhadap peran pengetahuan akal. Setelah itu, manusia terasa bebas dari otoritas yang datangnya dari luar manusia, demi kemajuan/per­
adaban manusia.
Sebagai latar belakangnya, manusia melihat adanya kemajuan ilmu pengetahuan (ilmu pasti, biologi, filsafat clan sejarah) telah mencapai hasil yang menggembirakan. Di sisi lain, jalannya filsafat tersendat-sendat. Untuk itu diperlukan upaya agar filsafat dapat berkembang sejajar dengan ilmu pengetahuan alam. Isaac Newton (1642-1727) memberikan dasar-dasar berpikir dengan induksi, yaitu pemikiran yang bertitik tolak pada gejala-gejala clan mengembalikan kepada dasar-dasar yang sifatnya umum. Untuk itu dibutuhkan analisis.
G. Materialisme
Munculnya Positivisme dan Evolusionisme menambah terbuka­nya pintu pengingkaran terhadap aspek kerohanian. Julien de La­mettrie (1709-1751) mengemukakan pemikirannya bahwa binatang dan manusia tidak ada bedanya, karena semuanya dianggap sebagai mesin. Buktinya, bahan (badan) tanpa jiwa mungkin hidup (bergerak), sedangkan jiwa tanpa bahan (badan) tidak mungkin ada. Jantung katak yang dikeluarkan dari tubuh katak masih berdenyut (hidup) walau beberapa saat saja.9
Seorang tokoh lagi (Materialisme Alam) adalah Ludwig Feueur­bach (1804-1872) sebagai pengikut Hegel, mengemukakan penda­patnya, bahwa baik pengetahuan maupun tindakan berlaku adagium, artinya terimalah dunia yang ada, bila menolak agama/metafisika. Satu-satunya asas kesusilaan adalah keinginan untuk mendapatkan kebahagiaan. Dan untuk mencari kebahagiaan manusia harus ingat akan sesamanya.
Dari Materialisme Historis/dialektis, yaitu Karl Marx (1818­1883), nama lengkapnya Karl Heinrich Marx, dilahirkan di Trier, Prusia, Jerman. Sewaktu menjadi mahasiswa ia terpengaruh oleh ajaran Hegel dan dapat mencapai gelar doktor dalam bidang filsafat. Di kala ia berkawan dengan Bruno Bauer ia mendapatkan kekece­waan, tetapi setelah berkawan dengan Friedrich Engels di Paris, maka dengan kawannya itulah ia (tahun 1848) menyusun Manifesto Komunist. Setelah itu, ia menjadi buronan politik dan diusir dan di­penjara di London, sampai meninggal dunia. la meninggalkan warisan sebuah karya terbesarnya, Das Kapital, yang terbit tahun 1867.
Menurut pendapatnya, tugas seorang filosof bukan untuk menerangkan dunia, tetapi untuk mengubahnya. Hidup manusia itu
'Pringgodigdo, (Ed.), op. cit., hlm. 42. eEndang Daruni, et. al., op. cit., hlm. 62.
9Poedjawijatna, op. cit., hlm. 135
ternyata ditentukan oleh keadaan ekonomi. Dari segala hasil tindak­annya: ilmu, seni, agama, kesusilaan, hukum, politik - semuanya itu hanya endapan dari keadaan itu, sedangkan keadaan itu sendiri diten­tukan benar-benar dalam sejarah.'o
H. Neo-Kantianisme
Setelah Materialisme pengaruhnya merajalela, para murid Kant mengadakan gerakan lagi. Banyak filosof Jerman yang tidak puas terhadap Materialisme, Positivisme, dan Idealisme. Mereka ingin kembali ke filsafat kritis, yang bebas dari spekulasi Idealisme dan bebas dari dogmatis Positivisme dan Materialisme. Gerakan ini di­sebut Neo-kantianisme. Tokohnya antara lain Wilhelm Windelband (1848-1915), Herman Cohen (1842-1918), Paul Natrop (1854-1924), Heinrich Reickhart (1863-1939).
Herman Cohen memberikan titik tolak pemikirannya menge­mukakan bahwa keyakinannya pada otoritas akal manusia untuk mencipta. Mengapa demikian, karena segala sesuatu itu baru dikata­kan 'ada' apabila terlebih dahulu dipikirkan. Artinya, 'ada' dan 'dipi­kirkan' adalah sama sehingga apa yang dipikirkan akan melahirkan isi pikiran. Tuhan, menurut pendapatnya, bukan sebagai person, tetapi sebagai cita-cita dari seluruh perilaku manusia.
I. Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata pragma yang artinya guna. Pragma berasal dari kata Yunani. Maka Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar adalah apa saja yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan akibat-akibat yang bermanfaat se­
"Ibid., him. 137.
cara praktis. Misalnya, berbagai pengalaman pribadi tentang kebenaran mistik, asalkan dapat membawa kepraktisan dan bermanfaat. Artinya, segala sesuatu dapat diterima asalkan bermanfaat bagi kehidupan.
Tokohnya William James (1842-1910) lahir di New York, mem­perkenalkan ide-idenya tentang pragmatisme kepada dunia. la ahli dalam bidang seni, psikologi, anatomi, fisiologi, dan filsafat.
Pemikiran filsafatnya lahir karena dalam sepanjang hidupnya mengalami konflik antara pandangan ilmu pengetahuan dengan pandangan agama. la beranggapan, bahwa masalah kebenaran tentang asal/tujuan dan hakikat bagi orang Amerika terlalu teoretis. la meng­inginkan hasil-hasil yang konkret. Dengan demikian, untuk mengetahui kebenaran dari ide atau konsep haruslah diselidiki konsekuensi­konsekuensi praktisnya.
Kaitannya dengan agama, apabila ide-ide agama dapat memper­kaya kehidupan, ide-ide tersebut benar.
J. Filsafat Hidup
Aliran filsafat ini lahir akibat dari reaksi dengan adanya kema­juan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menyebabkan industriali­sasi semakin pesat. Hal ini mempengaruhi pola pemikiran manusia. Peranan akal pikir hanya digunakan untuk menganalisis sampai menyusun suatu sintesis baru. Bahkan alam semesta atau manusia dianggap sebagai mesin, yang tersusun dari beberapa komponen, dan bekerja sesuai dengan hukum-hukumnya.
Tokohnya adalah Henry Bergson (1859-1941). Pada mulanya ia belajar matematika dan fisika. Karena ia mempunyai kepandaian menganalisis, muncul masalah baru dalam pikirannya. la dihadapkan pada masalah metafisika yang tidak tampak dan tempatnya di bela­kang ilmu pengetahuan. Itulah yang menyebabkan ia terjun ke dalam
bidang filsafat.
Pemikirannya, alam semesta ini merupakan suatu organisme yang kreatif, tetapi perkembangannya tidak sesuai dengan implikasi logis. Perkembangannya seperti meletup-letup dalam keadaan tidak sama sehingga melahirkan akibat-akibat dengan spektrum yang baru. Hanya ada beberapa yang berhasil dapat membentuk suatu organisme kreatif yang sesuai dengan hukum alam. Salah satunya adalah manusia dengan intelektualnya dan mengapa manusia dapat lolos dari seleksi alam. Dalam eksistensinya, manusia mempunyai
daya hidup (clan vital). Dengan adanya elan vital tersebut diharapkan manusia akan mampu melahirkan segala tindakannya.
Pemikiran filsafat Henry Bergson ini sebagai reaksi dari Positi­visme, :Vlaterialisme, Subjektivisme, dan Relativisme. Kemudian ia mengupayakan, dengan melalui yang positif (ilmu) tersebut untuk menyalami yang mutlak dalam pengetahuan metafisis. la mem­pertahankan kebebasan dan kemerdekaan kehendak."

John Dewey (1859-1952)
la lahir di Brulington, dan sekaligus menjadi guru filsafat. Pemikirannya, tugas filsafat adalah memberikan pengarahan dalam tindakan hidup manusia. Untuk itu, filsafat tidak boleh berada dalam pemikiran metafisika yang tidak ada manfaatnya. Dengan demikian, filsafat harus berasaskan pada pengalaman, kemudian mengadakan penyelidikan dan mengolahnya secara kritis sehingga filsafat akan mampu memberikan suatu sistem norma-norma dan nilai-nilai.
K. Fenomenologi
Fenomenologi berasal dari kata fenomen yang artinya gejala, yaitu suatu hal yang tidak nyata dan semua. Kebalikannya kenyataan
"ibid., him. 148.
juga dapat diartikan sebagai ungkapan kejadian yang dapat diamati lewat indra. Misalnya, penyakit flu gejalanya batuk, pilek. Dalam filsafat fenomenologi, arti di atas berbeda dengan yang dimaksud, yaitu bahwa suatu gejala tidak perlu harus diamati oleh indra, karena gejala juga dapat dilihat secara batiniah, dan tidak harus berupa kejadian-kejadian. Jadi, apa yang kelihatan dalam dirinya sendiri seperti
apa adanya.
Dan yang lebih penting dalam filsafat fenomenologi sebagai
sumber berpikir yang kritis. Pemikiran yang demikian besar penga­ruhnya di Eropa dan Amerika antara tahun 1920 hingga tahun 1945 dalam bidang ilmu pengetahuan positif. Tokohnya: Edmund Husserl (1839-1939), dan pengikutnya Max Scheler (1874-1928).
Edmund Husserl (1839-1939) lahir di Wina. la belajar ilmu alam, ilmu falak, matematika, kemudian filsafat. Akhirnya menjadi guru besar di Halle, Gottingen, Freiburg.
Pemikirannya, bahwa objek/benda harus diberi kesempatan untuk berbicara, yaitu dengan cara deskriptif fenomenologis yang didukung oleh metode deduktif. Tujuannya adalah untuk melihat ha­kikat gejala-gejala secara intuitif. Sedangkan metode deduktif artinya mengkhayalkan gejala-gejala dalam berbagai macam yang berbeda. Sehingga akan terlihat batas invariable dalam situasi yang berbeda­beda. Sehingga akan muncul unsur yang tidak berubah-ubah yaitu hakikat. Inilah yang dicarinya dalam metode variasi eidetis.
L. Eksistensialisme
Kata eksistensialisme berasal dari kata eks = ke luar, clan sistensi atau sisto = berdiri, menempatkan. Secara umum berarti, manusia dalam keberadaannya itu sadar bahwa dirinya ada dan segala sesuatu keberadaannya ditentukan oleh akunya. Karena manusia selalu terlihat di sekelilingnya, sekaligus sebagai miliknya. Upaya untuk menjadi miliknya itu manusia harus berbuat menjadikan-merencanakan, yang berdasar pada pengalaman yang konkret.
Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai gejala dengan berdasar pada eksistensinya. Artinya, bagai­mana manusia berada (bereksistensi) dalam dunia.
Pelopornya adalah Soren Kierkegaard (1813-1855), Martin Heidegger, J.P Sartre, Karl Jaspers, Gabriel:Vlarcel.
Pemikiran Soren Kierkegaard mengemukakan bahwa kebenaran itu tidak berada pada suatu sistem yang umum tetapi berada dalam eksistensi yang individu, yang konkret. Karena, eksistensi manusia penuh dengan dosa, hanya iman kepada Kristus sajalah yang dapat mengatasi perasaan bersalah karena dosa.
M. Neo Thomisme
Pada pertengahan abad ke-19, di tengah-tengah gereja Katolik banyak penganut paham Thomisme, yaitu aliran yang mengikuti Paham Thomas Aquinas. Pada mulanya di kalangan gereja terdapat semacam keharusan untuk mempelajari ajaran tersebut. Kemudian, akhirnya menjadi suatu paham Thomisme, yaitu pertama, paham yang menganggap bahwa ajaran Thomas sudah sempurna. Tugas kita adalah memberikan tafsir sesuai dengan keadaan zaman. Kedua, paham yang menganggap bahwa walaupun ajaran Thomas telah sempurna, tetapi masih terdapat hal-hal yang pada suatu saat belum dibahas. Oleh karena itu, sekarang perlu diadakan penyesuaian sehubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Ketiga, paham yang menganggap bahwa ajaran Thomas harus diikuti, akan tetapi tidak boleh beranggapan bahwa ajarannya betul-betul sempurna.
FILSAFAT DEWASA INI
Sekarang ini terdapat dua aliran pemikiran filsafat yang mem­punyai pengaruh besar, tetapi aliran-aliran ini belum dapat dikatakan sebagai aliran yang membuat sejarah. Hal ini terjadi karena aliran­aliran ini masih dianggap baru. Kedua aliran tersebut adalah Filsafat
Analitis dan Strukturalis.
A. Filsafat Analitis
Tokoh aliran ini adalah Ludwig Josef Johan Wittgenstein (1889­1951), yang lahir di Wina, Austria. Ilmu yang ditekuninya adalah ilmu penerbangan yang memerlukan studi dasar matematika yang mendalam. Ia belajar kepada Schopenhauer dan Gottlieb Frege. Se­telah menjadi ahli matematika ia mendalami filsafat matematika dan logika. Karyanya ditulis di penjara, ketika ia menjadi tentara dalam Perang Dunia II dan ditahan. Setelah keluar dari penjara, ia menjadi guru sekolah dasar, kemudian menjadi tukang kebun di sebuah biara.
Sumbangannya yang terbesar dalam filsafat adalah pemikirannya tentang pentingnya bahasa. la mencita-citakan suatu bahasa yang ideal, yang lengkap, formal dan dapat memberikan kemungkinan bagi penyelesaian masalah-masalah kefilsafatan.'
Filsafat Analitis ini berpengaruh di Inggris dan Amerika sejak tahun 1950. Filsafat ini membahas analisis bahasa dan analisis kon­sep-konsep.z
B. Strukturalisme
Tokoh strukturalisme adalah J. Lacan yang lahir di Paris pada tahun 1901. Menurut pemikirannya, bahasa terdiri dari sejumlah termin yang ditentukan oleh posisi-posisinya satu terhadap yang lain. Termin tersebut digabungkan dengan aturan gramatika dan sintaksis. Bahasa membuka suatu lapangan posisi-posisi yang disistematisasi­kan dengan aturan-aturan. Menurut pendapatnya, kita baru menjadi pribadi apabila kita mengabdikan diri pada permainan bahasa.
Kalau orang tidak lagi mengabdikan diri pada aturan tersebut, ia tidak lagi bersifat pribadi (misalnya seorang gila yang bicara dengan Neo-Logisme).3
Filsafat Dewasa ini juga disebut Filsafat Barat Abad ke-20. Ciri perkembangan filsafat Barat abad kedua puluh ini adalah desentra­lisasi manusia. Subjek manusia tidak lagi dianggap sebagai pusat kenyataan. Desentralisasi manusia adalah perhatian khusus terha­dap bahasa sebagai subjek kenyataan kita sehingga pemikiran filsafat sekarang ini disebut logosentris.1
'Harry Hamersma, Pintu Masuk ke Dunia Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1980), hlm. 44
3Brouwer, et. al., op. cit., hlm. 222.
4 Logosentris berasal dari kata logos yang berarti bahasa, teks, isi pemikiran, kata, atau pembicaraan. Banyak filosof melihat bahasa sebagai objek terpenting pemikirannya, dan para filosof menganggap filsafat sebagai teks yang harus ditafsirkan. Lihat Harry Hamersma, Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, Qakarta: Gramedia, 1986), hlm. 141.
AKTUALISASI FILSAFAT
Zaman sekarang merupakan zamannya berpikir praktis-realistik, sehingga belajar filsafat dianggap hal yang tidak berguna dan membuang­buang waktu. Sekarang, belajar filsafat telah sampai pada paradigma baru. Belajar filsafat tidak hanya menghafal pemikiran-pemikiran para tokoh filsafat/filsuf, akan tetapi belajar filsafat dimaksudkan untuk membangun kesadaran, semangat, dan kepedulian agar hidup kita lebih bcrmakna. Yang penting dalam belajar filsafat adalah aktualisasinya.
Dalam Bab I dikemukakan tentang kegunaan mempelajari filsafat, antara lain: menambah wawasan keilmuan, menggugah kesadaran dan kepedulian, dan strategi menghadapi tantangan zaman mendatang.
Kegunaan di atas masih memperlihatkan hal-hal yang sifatnya
teoretik, artinya kegunaan filsafat belum dapat dimanfaatkan dan di­rasakan secara langsung. Ibarat seseorang akan membuat sayur lodeh kebutuhan santannya harus menanam pohon kelapa dahulu dan untuk berbuahnya menunggu lima tahunan.
Demikian juga, agar para mahasiswa dapat memanfaatkan sekali­gus merasakan kegunaan filsafat, maka harus menunggu beberapa tahun bahkan belasan tahun. Karena, pemanfaatan filsafat ini kadang masih terkait dengan kematangan berpikir, kematangan usia, dan pengalaman
akademiknya.
Paradigma baru belajar filsafat saat ini, ilmu filsafat tidak hanya sekadar mempelajari berbagai pemikiran para filsuf, seperti: Plato, Aristoteles, Rene Descartes, Al-Ghazali, hingga Ranggawarsita Pujangga Jawa, tetapi ilmu filsafat memiliki kemampuan untuk membangun kehidupan yang lebih sejahtera, damai, dan selamat dunia akhirat.
Untuk itu, kami berusaha memberikan terobosan baru khususnya kepada mahasiswa bagaimana cara mengaktualisasikan ilmu filsafat dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai harapan hidup.
A. Aktualisasi Filsafat Sebelum Ilmu
Dalam masyarakat hingga saat ini masih menganggap ilmu filsafat adalah ilmu 'ngawang-ngawang' yaitu ilmu yang sulit untuk dimengerti atau ilmu yang membingungkan orang. Memang, setiap ilmu tentu memiliki sisi negatif/sinisme. Seperti ilmu filsafat sisi negatifnya dengan mempelajari filsafat akan mencetak pengangguran. Seperti ilmu ekonomi sisi negatifnya dengan mempelajari ilmu ekonomi orang akan bersifat materialistik. Sisi negatif ilmu agama dengan mempelajari ilmu agama orang akan terhindar dari neraka. Sisi negatif ilmu kedokteran dengan mempelajari ilmu kedokteran pikirannya akan buruk karena mendoakan orang lain sakit.
Sisi-sisi negatif pada setiap ilmu ini hendaknya dibuang jauh-jauh, clan kita seharusnya lebih berpikir positif terhadap setiap ilmu. Jadi, syarat agar orang dapat mengaktualisasikan ilmu filsafat pertama-tama harus berpikiran positif.
Dengan berpikir positif pikiran kita akan berkembang clan kon­struktif dan edukatif. Dengan berpikir positif pikiran kita akan lebih bersemangat dan realistik, yaitu bersemangat untuk meningkatkan kepedulian terhadap sesama. Dengan berpikir positif kita akan lebih banyak melihat hal-hal yang realistik dan pragmatik.
Bab Tujuh: Aktualisasi Filsafat                         133
Sebagai ilmu, filsafat juga seperti ilmu-ilmu yang lain seperti: antropologi, sosiologi, atau ilmu ekonomi. Akan tetapi, kelebihan ilmu filsafat adalah memiliki objek formal dan material lebih luas, dan setiap ilmu memuat unsur filsafat. Misalnya, sosiologi memiliki filsafat so­sial, ilmu hukum memiliki filsafat hukum, ilmu kedokteran memiliki filsafat kedokteran, ilmu agama memiliki filsafat agama, dan seba­gainya. Sehingga, setiap ilmu tentu memiliki bidang yang sulit untuk ditembus oleh ilmu tersebut, maka untuk menembusnya hanya dengan ilmu filsafat.
Bagi orang yang belajar ilmu filsafat hendaknya dapat `berdialog' dengan ilmu lain. Artinya, mempelajari ilmu filsafat tidaklah cukup dan untuk berdialog dengan ilmu lain, maka orang harus mempelajari (misalnya) ilmu kependudukan/demografi. Sehingga, orang tersebut pikirannya tidak selalu `ngawang-ngawang' dalam filsafat, tetapi pikiran orang tersebut diperkenalkan dengan pikiran yang realistik/praktis. Karena, dalam ilmu kependudukan diajarkan tentang migrasi/pcrpindahan penduduk, program keluarga berencana, kelahiran, kematian, kualitas sumber daya manusia, mengatasi pengangguran semakin banyak.
Jadi, ilmu filsafat harus berdialog dengan ilmu-ilmu lain, karena ilmu-ilmu (selain filsafat) dapat dipakai untuk membantu dalam kerangka berpikir kita.
B. Aktualisasi Filsafat Sebagai Cara Berpikir
Dalam Bab I dikemukakan bahwa berpikir secara filsafat salah satunya: sinoptif, yaitu berpikir secara menyeluruh dan bersama-sama. Artinya, berpikir menyeluruh sama dengan berpikir secara komprehensif.
Misalnya, apabila kita menghadapi masalah seperti "kenakalan anak". Kenakalan anak akan terus menjadi masalah sepanjang masa khususnya para orang tua. Untuk menanggulangi kenakalan anak, maka masalah tersebut harus dilihat secara filsafat, yaitu kenakalan anak harus dilihat dari semua aspek ilmu yang terkait.
Misalnya, kenakalan anak dilihat dari sudut ilmu agama, ilmu ekonomi, ilmu jiwa/psikologi, sosiologi, dan lain-lain. Menurut ilmu ekonomi, kenakalan anak disebabkan oleh faktor ekonomi, biasanya kenakalan berasal dari anak-anak yang tingkat ekonominya rendah. Jarang kita temui anak-anak dari orang kaya yang nakal, mungkin pola kenakalannya berbeda.
Menurut ilmu agama, kenakalan anak lebih disebabkan karena faktor keberagamaan kurang, antara kehidupan lahir dan batin tidak seimbang, sehingga tidak mampu membedakan antara teman yang baik dan buruk kemudian terpengaruh lingkungan buruk.
Menurut ilmu jiwa, kenakalan anak dianggapnya 'lumrah' asal tidak merusak (destruktif), karena anak yang nakal (konstruktif) sebe­tulnya anak yang semangat, kreatif dan energik, dan sebagainya. Jadi, cara berpikir filsafat itu adalah berpikir kritis, analisis, dan dilihat dari berbagai aspek. Begitu juga kenakalan orang tua juga harus dilihat dari berbagai aspek. Kenakalan orang tua seperti: perselingkuhan, korupsi, emosional, dan lain-lain.
Bagaimana cara filsafat menghadapi hal-hal yang mistis dan gaib. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering dihadapkan pada hal-hal yang mistis, gaib, atau di luar jangkauan akal, maka dalam filsafat pun dikenal dengan metafisika. Bagi orang yang mempelajari metafisika, menghadapi hal-hal yang mistis dan gaib tidak masalah. Sebab, dalam dunia mistis dan gaib memiliki ruang clan penalaran tersendiri.
Berpikir secara filsafat tidak hanya berpikir secara komprehensif, rasional, konsepsional saja, tetapi inter disipliner. Di era global saat ini pemikiran dituntut untuk lebih luas dan satu sama lain saling terkait. Misal, keadaan pasar modal di New York akan berpengaruh (positif/
negatif) pada pasar modal seluruh dunia. Penegakan hukum Indonesia akan memengaruhi investasi asing di Indonesia.
Berpikir secara inter disipliner adalah berpikir dengan meng­gunakan ilmu-ilmu terkait yang dapat mendukung solusi suatu per­masalahan. Misalnya, untuk membangun anak berkualitas diperlukan pandangan dari berbagai ilmu, seperti: ilmu pendidikan, ilmu agama, ilmu gizi, ilmu sosial, dan lain-lain.
Ilmu pendidikan diperlukan untuk mengarahkan dan membimbing anak dalam mencerdaskan intelektualnya/IQ. Ilmu agama diperlukan untuk membangun anak dalam mencerdaskan emosi/EQ. Ilmu gizi diperlukan untuk membangun anak agar memiliki kemampuan berpikir lebih (IQ tinggi) yaitu dengan memberikan asupan makanan sesuai kualitas dan kuantitas gizi yang diperlukan. Ilmu sosial diperlukan untuk memberikan lingkungan sosial yang edukatif, karena memilih lingkungan sosial harus selektif dan mendidik/edukatif.
Jadi, aktualisasi filsafat sebagai cara bcrpikir adalah kemampuan berpikir sendiri, mampu melihat mana yang negatif dan yang positif, dan mampu membedakan mana yang baik dan yang buruk.
C. Aktualisasi Filsafat Sebagai Pandangan Hidup
Perlu diketahui bahwa filsafat (dalam artian) pandangan hidup banyak sekali ragamnya. Berawal dari pembagian filsafat secara garis besar terdapat dua kutub filsafat besar: filsafat barat dan filsafat timur. Filsafat barat meliputi: filsafat Yunani, filsafat abad pertengahan, filsafat modern (pragmatisme, materialisme, eksistensialisme, humanisme, ateisme, liberalisme, dan lain-lain).
Filsafat timur meliputi: filsafat Cina/Tiongkok, filsafat Jepang, filsafat India, filsafat Islam, filsafat Indonesia/Nusantara (filsafat Jawa, filsafat Sunda, filsafat Minangkabau, filsafat Dayak, filsafat Bugis, filsafat Madura, filsafat Aceh, dan lain-lain).
Di samping itu, sekarang banyak aliran pemikiran dari luar mau­pun dalam negeri yang muncul justru meresahkan masyarakat, seperti mengaku nabi utusan Tuhan, mengaku mendapat wangsit dari malaikat, mengaku sebagai murid Nyi Roro Kidul, dan lain-lain.
Dari berbagai ragam filsafat atau ideologi atau doktrin ini ada yang cocok dan tidak cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia. Karena, paham filsafat yang berasal dari luar (asing) yang tidak cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia justru akan berpengaruh negatif dan bisa merusak kepribadian bangsa Indonesia. Sehingga, untuk menghadapi berbagai ragam paham filsafat tersebut harus tetap kritis, mencari asal­usulnya (epistemologi), bagaimana paham tersebut diajarkan apakah sesat atau menguntungkan (metodologi), bagaimana riwayat pembawa paham tersebut, apakah paham tersebut bertentangan dengan akidah agama atau menyuburkan keimanan (aksiologi), dan lain-lain.
Jadi, dalam menghadapi berbagai ragam paham filsafat/pemikiran hendaknya kira harus kritis, jeli, dan memiliki pendirian/tidak mudah terprovokasi, mampu mengadakan penilaian apakah pemikiran ter­sebut baik atau tidak, apakah pemikiran tersebut menguntungkan dan memberikan makna lebih dalam kehidupan kita atau tidak. :Vlaka, dalam mempelajari filsafat jangan lupa mempelajari filsafat nilai.
D. Aktualisasi Filsafat Sebagai Pemikiran yang Reflektif
Berpikir reflektif berarti berpikir yang dipantulkan kepada dirinya sendiri. Berfilsafat berarti refleksi terhadap dirinya sendiri. Berfilsafat pada hakikatnya adalah menonton dirinya sendiri ketika dirinya sedang berada di atas panggung. Semua ragam pemikiran filsafat tentunya dapat direfleksikan dalam kehidupan sehari-hari.
Berpikir reflektif mendorong kita akan mampu berpikir ke arah pemikiran yang lebih berkualitas (quality thinking) dan pemikiran ke masa depan. Misalnya, pemikiran filsafat yang reflektif tidak hanya sebatas pada memperbaiki kualitas diri sendiri, akan tetapi juga bagaimana memperbaiki kualitas generasi mendatang (anak-anak kita), sehingga kita akan terhindar dari degradasi keturunan.
Di zaman sekarang (era global) membuat/melahirkan anak mu­dah, akan tetapi membuat agar anak-anak kita lebih berkualitas dari diri kita, maka diperlukan berbagai pemikiran (inter disipliner). Hal ini sejalan dengan keberadaan konsep-konsep pemikiran filsafat tentang: manusia unggul menurut pemikiran barat, menurut pemikiran Indone­sia, menurut pemikiran Jawa, dan lain-lain.
Manusia unggul (berkualitas) menurut pemikiran barat yang dikemukakan oleh Nietzsche yaitu pemikirannya tentang manusia pemberani, superman, manusia cerdas, manusia yang tidak pcrnah bersalah, manusia berkuasa. Manusia unggul menurut pemikiran Jepang adalah manusia yang memiliki jiwa `samurai' yaitu semangat tidak pernah kenal lelah, pan­tang menyerah, tahan menderita yang dilambangkan dengan semangat ksatria (boshido).
Manusia unggul (berkualitas) menurut pemikiran Indonesia yang tertuang dalam GBHN 1999 dikemukakan bahwa manusia Indonesia adalah manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, cerdas, berkepribadian, bersemangat, rajin bekerja, dan lain-lain.
Manusia unggul (berkualitas) menurut pemikiran Islam yaitu `insan kamil', Insan kamil adalah manusia yang telah mencapai derajat `muttaqiin' yaitu manusia yang benar-benar aktivitas hidupnya hanya untuk mencari keridhaan Allah.
Manusia unggul (berkualitas) menurut pemikiran Jawa yaitu `manungsa utomo' (manusia utama). Manusia utama adalah manusia yang dapat memenuhi hakikat kodratnya sebagai makhluk individu, makhluk sosial, clan makhluk Tuhan. Manusia utama adalah manusia yang memiliki kemampuan untuk: memayu hayuning seliro (berperilaku baik menjaga dirinya dari perbuatan nista), memayu hayuning bebrayan/ sesami (berperilaku baik terhadap sesama), memayu hayuning bawono (berperilaku untuk kepentingan bangsa/negara).
Dari berbagai konsep manusia berkualitas (unggul) tersebut kita akan dapat memperoleh inspirasi bahwa melahirkan clan membangun anak berkualitas di era global ini sangat penting. Karena, di era glo­balisasi saat ini diperlukan anak-anak yang memiliki kemampuan daya saing tinggi.